‘Hati-hati kalau sama dia. Kecil sih badannya, tapi…’ Bisik-bisik para murid barupun segera terhenti begitu terdengar suara ketukan keras di depan kelas. Seorang wanita kecil dengan wajah tanpa senyum sudah berdiri dengan penggaris kayu panjang menyentuh papan tulis.
‘Saya walikelas kalian. Nama saya Suparni. Panggil saya Ibu Guru Parni’ suaranya yang keras mengagetkan semua murid kelas 3 IPA 1. ‘Kalau kalian sudah selesai gosip paginya, silakan duduk sekarang.’
Memang benar adanya.. Guru itu kecil badannya tapi…
———————————————————————————————————————————–
‘Lari 10x lapangan!’ Bentak Ibu Guru Parni ke arah 5 orang anak yang tidak mencapai nilai yang ditargetkan olehnya.
Kelima anak itu pun bergegas berlari menuju lapangan basket terbuka yang dimaksud dan berusaha menyelesaikannya di bawah terik matahari.
‘Kecil sih… Tapi killer.’ Ujar salah satu anak 3 IPA 2 yang sempat didengar oleh Ibu Guru Parni saat menuju ruang guru. Orang yang sedang dibicarakan itu tidak menanggapinya, hanya tersenyum simpul yang hanya dimengerti olehnya sendiri.
——————————————————————————————————————————————————————-
Ditariknya tas berwarna perak yang sudah lama tersimpan rapi di kolong tempat tidurnya itu. Diceknya masing-masing bagian yang ada, memastikan masih berfungsi dengan baik.
‘Kami butuh bantuanmu sekarang. Tak ada yang dapat melakukannya selain kamu.’ Begitu bunyi surat yang datang bersama foto seorang pimpinan sebuah partai berlambang bintang itu. ‘Pembayaran 3x lipat dari tugas terakhirmu.’
Setelah memastikan senapan itu masih berfungsi dan peluru juga tersedia, Suparni pun menenteng tas itu menuju tempat yang diberitahukan dalam surat. Pembunuhan terakhir ternyata bukan benar-benar terakhir, batin Suparni.
Ryan
190613 1839