Beberapa hari lalu, saya mengikuti (lagi) acara semi workshop mengenai Depresi. Kenapa Semi Workshop? Karena sebenarnya acara ini terbatas pada orang-orang yang akan terlibat dalam proyek yang sedang dilakukan oleh seorang mahasiswi jurusan Psikologi. Dia ini sedang membuat proyek untuk mengatasi depresi secara online, yaitu Mbak Retha Arjadi.
Sumber: wikipedia.
Depresi Dan Konsep Online Treatment
Katanya, ciri ciri orang yang depresi itu cenderung menarik diri dari keramaian dan kebiasaan sehari-hari mereka. Cenderung enggan melakukan apa-apa. Ini yang sudah akut depresinya. Adalah lebih baik menemui ahlinya kalau sudah menemui yang seperti ini.
Namun, seperti kata Mbak Aretha sendiri, biaya konsultasi per jam itu mahalnya minta ampun, karenanya banyak yang enggan datang dan konsultasi. Dengan latar belakang seperti inilah, dia mencoba membuat program online di mana orang-orang yang menderita depresi bisa ditangani lebih cepat.
Kenapa dengan online? Ya kita sekarang kan hidup di era digital ya, hampir setiap orang itu sudah memahami dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan kalau dengan online, diharapkan akan lebih banyak yang tertangani, karena yang dibutuhkan adalah waktu dan uang yang lebih sedikit untuk mengaksesnya.
Dan agar konsultasi tentang depresi secara online ini bisa berjalan, dibutuhkan orang-orang yang mau membantu sebagai konselor awam. Tugas mereka tidaklah termasuk memberikan penyembuhan, tapi lebih ke arah membantu memahami gejala depresi dan mengaktifkan orang tersebut kembali ke kegiatan sehari-hari mereka.
Saya mendapatkan info mengenai proyek ini tahun lalu dari seorang teman (yang tak perlu disebut namanya cukup hati ini yang mengingatnya #tsah) dan setelah mendaftar serta melalui proses wawancara, saya masuk dalam proyek sebagai konselor awam.
Tugas konselor awam ini lebih kepada membantu mereka mengatasi depresi dengan deretan langkah-langkah yang sudah disiapkan di sebuah website (maaf gak bisa share websitenya di sini). Nah salah satu langkah yang digunakan adalah 9 pertanyaan dalam kuisioner kesehatan berikut.
Kuisioner Kesehatan – Apakah Kamu Termasuk Yang Depresi?
Kuisioner ini saya dapatkan dari acara itu dan seijin yang menyelenggarakan, saya memuatnya di tulisan ini. Menurut beliau, kuisioner ini juga dia sadur dari kuisioner yang dikembangkan oleh Dr. Robert L. Splitzer, Janet B. W. Williams, Kurt Kroenke dan rekan.
Ingin tahu apa kuisionernya dan coba ikutan tesnya? Pas mengisi kuisioner ini, ingat frame waktunya ya, yaitu dalam 2 (dua) minggu terakhir.
Gimana? Sudah mengisi kuisioner di atas belum? Kalau belum ya belum bisa dinilai nih. :d
Di antara ke-9 pertanyaan di atas, nomor 9 itu paling bahaya. Makanya, jangan sampai mengalami yang seperti di nomor 9 ini. Saya sendiri mungkin boleh dibilang mengalami juga beberapa tahun lalu karena sebuah cerita, untungnya ada sahabat yang setia menolong dan membantu saya.
Penilaian Kuisioner Kesehatan Di Atas
Kalau kalian perhatikan kuisioner di atas selalu berisi 4 jenis jawaban, yaitu Tidak Pernah, Beberapa hari, Lebih dari separuh, dan hampir setiap hari. Nah masing-masing dari jenis jawaban ini memiliki score untuk menentukan berapa besar nilai akhir kita.
Score masing-masing jawaban adalah sebagai berikut:
Tidak pernah – 0
Beberapa hari – 1
Lebih dari separuh – 2
Hampir tiap hari – 3
Berapa total akhir nilai kalian? Cara menghitung nilai akhirnya adalah sebagai berikut:
Tidak pernah (#) ___ x 0 =
Beberapa hari (#) ___ x 1 =
Lebih dari separuh (#) ___ x 2 =
Hampir tiap hari (#) ___ x 3 =
Total Score = ____
Termasuk yang depresi atau tidak? Coba bandingkan dengan gambar di bawah ini ya hasilnya.
Akhir Kata
Saya hanya bisa share sampai di sini saja ya. Kalau tentang cara mengatasi depresi sendiri harus kembali ke psikiater eh apa psikolog ya? Hmmm… saya sendiri masih agak bingung sih beda antara keduanya apa. Sebagai konselor awam, saya hanya membantu dalam memastikan mereka mengikuti program yang ada.
Kalau untuk penanganan lebih serius akan dibantu oleh ahlinya. Seperti yang tertulis di kuisioner nomor 9, kalau sudah seperti ini, bukan lagi tanggung jawab konselor awam. Tapi untuk mengatasi mereka yang mengalami depresi dan menghadapi nomor 9 ini, sudah harus ke ahlinya langsung. Setidaknya, dari kuisioner di atas kita bisa tahu, apakah kita sendiri depresi atau tidak. Benar bukan?
Score saya 24. Akhir2 ini emang lagi banyak banget pikiran, jadinya Malah nangis Kejer Dan gk berenti2. Sering ngerasa berasalah dan Nggak berguna.. Pengen cerita Tapi gak Ada yg peduli. Sempet buat ngelakukin hal yg Di Nomor terakhir, Tapi saya takut dosa.. Hehe
Halo Cici, kalau mau cerita, monggo loh. boleh email ke febriyan@febriyanlukito.com kalau memang bisa meringankan pikiran kamu.
skor saya 20, kalo lagi ada masalah juga suka susah cerita ke orang lain dan gatau harus gimana jadi dipendem aja sendiri soalnya bingung hehe
biasakan cari org yg bisa diajak ngobrol mbak. atau ngobrol ke hotline gitu.
Saya 21. Bener sih ngerasa beberapa bulan ini sering banget nangis kalau lagi sendirian gitu.
Salam kenal mbak Ilma. Makasih sudah mampir.
Nangis kenapa mbak? Boleh loh curhat ke saya (email febriyan@febriyanlukito.com)
Skor saya 9, termasuk depresi ringan. Tapi ini udh menyiksa banget. Gak bisa bayangin yg punya depresi berat.
Gak ada yang bisa membayangkan mbak. Berat memang.
Dapet score 27?
Mbak Diani lagi banyak masalah kah?
Bisa dibilang begitu.
Nggak tau mau gimana lagi.
saya 18 mas.. solusinya bagaimana ya??? mohon bantuannya
Mbak Ollan, ada baiknya sih menemui psikiater dan bahas soal ini. Konseling ke yang lebih pakar untuk mengenali seperti apa yang sedang mbak alami.
Skor saya 18. Bahaya ya, tapi ga ada yang perduli…
wahhh. itu tinggi banget.
Sudah pernah ikut konsultasi mbak?
Wah, saya termasuk kategori depresi sedang . no 9 dulu pernah.sekarang tidak
Syukurlah kalau sudah gak lagi mbak Meilia.
Saya sudah kirim isi formnya, itu nanti bakal dapat balasan tidak ya?
Untuk menghitung di level apa, sebenarnya saat isi formnya bisa dihitung sendiri mbak/mas.
Kl gampang tidur itu kebanyakan tidur jg g? Aku pelorrr..hahaha
wahh… kalau kayak itu sih beda mbak. samalah dirimu dan saya. haha
Pak gimana ya saya dapet 14 point.. memang saya sudah lama merasa seperti ini.. ingin ke psikiater tapi bingung gimana caranya orang tua saya mau mengantar saya ke psikiater.. kalau saya bilang pasti mereka menganggap tidak penting dan tidak perlu.. seandainya saya memaksa pasti ditanya mengapa.. jujur saya tidak bisa mengungkapkan semua isi hati pikiran dan perasaan saya kepada orang tua maupun orang lain..bagaimana pak ?
Mbak Auliya, memang agak susah kalau dianggap tidak perlu.
Saran saya dan teman – mbak bisa cari group support (bisa teman atau sahabat) untuk saling curhat. Ini membantu sih – setidaknya dalam kasus saya. saling bercerita satu sama lain itu menolong.
Udah nyoba testnya mas, thanks yaa
masama mbak
hasilnya gimana?
uda nyobaa… agak2 gawat nih… hahahaaa
Waduhhh… agak ya?
Thanks mbak, sangat bermanfaat!
Sama-sama mbak.
Tapi saya masih blm sampai operasi kelamin.
Bolehkah tulisan ini saya link ke artikel saya mas Febrian? Kebetulan sedang menulis tentang depresi juga.
Boleh mbak Susan. Dengan senang hati.
Nafsu makan masih menggila. Gampang tidur. Untunglah #eh. Pertanyaan kalau online kelemahan terapisnya kan tidak bisa lihat bahasa tubuh atau melakukan gesture mimicking, dsb. Bagaimana solusinya?
Makanya yang dianalisa gejalanya. Ada sesi phone juga dari sana sih bisa ketahuan.
Sebagai mantan mahasiswi Psikologi SMT 1 doang (HAHA) bedanya psikolog dan psikiater itu adalah…
Psikolog utk gangguan kejiwaan yg tidak memerlukan bantuan obat (hanya konsultasi dan terapi) dalam penyembuhannya, dan tidak diperkenankan mengeluarkan resep obat. Sedangkan psikiater menangani pasien yg membutuhkan perawatan medis dan boleh mengeluarkan resep obat. Oleh karenanya, utk kasus depresi spt ini masih bisa ditangani oleh Psikolog, seperti Mbak Retha itu.
I see. Makasih Nad. Jadi tahu skrg hehe. N baru tahu kl dirimu prnh jadi mahasiswi psikologi
Iya Mas, sebelum ke stan mampir piskologi dulu. hehehe
Melipirnya jauh Nad.
aya masuk kategori minimal depression..
Alhamdulillah
sebenarnya yang utama dari hidup ini adalah kebahagiaan…dalam bentuk apapun itu
sepanjang kebahagiaan diraih, depresi akan rendah..
Gtu kan mas?
Salam
Betul mas Andhika. Banget tuh. Kl dipikir pikir mulu yang ada pusing stress depresi dahhh
Kayaknya aku pernah deh bilang gt nomer 9..abege labil
Bilang doang kan mbak? Dan pernah. Skrg dah gak kan ya?
Hmmm…. Depresi sama stres beda kan ya? 😛
Beda Lia. Kl depresi dah lbh parah dari stress.
Alhamdulillah skornya 4, makan selalu semangat kalo ga nafsu biasanya karena ga ada sambel, depresi sebenernya rugi lho, karena banyak bgt yg menarik di dunia ini jd mending terus explor apa yg menarik minat kita, fokus ke itu spy kita lupa sama hal yg bikin kita sedih/depresi
Syukurlah masih 4 mbak Wenda. 😀 Setuju banget tuh. Harus memikirkan dan explor apa yang menarik buat kita.
Aduhhh…ternyata penggemar berat sambal ya. Hmmmm….
Oiya! Thanks a lot btw ya Yan for the article!
Paling parah cuman pengen ngilang aja dari semua orang. Putuskan semua koneksi. Alhamdulillah gak pernah nyampe ke nomor 9. Kalo hasil isi kuisionernya sih kebanyakan di tidak pernah. ? Hamdalah! 😀
Syukurlah…. 😀 Masih gak depresi ya kalau gitu….
Nomor 9 sih gw pernah tuh. hahahahahaha
Duh yang nomor 9 duluuuu pernah, sampai merancang metodenya segala. Tapi selalu ingat konsekuensi (dari agama), jadi gak pernah dikerjain. Kalau sekarang diingat2 lagi, suka mikir “apa-apaan deh sampai kaya gitu” 😀
Wahhh. Pernah ya om? Hmmm samalah kita ya. Pernah sampai mikir gt. Skrg cm nyengir aja kl keinget yang gitu lg
Saya mungkin masih termasuk yg paling ringan ya. Belum depresi dan berharap enggak! Tapi memang, salah satu kuncinya sih enggak menyangkal kalo lagi punya masalah dan mulai mencari “peer” untuk berbagi.
Some peoples said “kembalilah ke jalan Tuhan and bla bla bla”. I do agree. Tapi lebih dr itu mereka juga perlu berbicara dengan orang lain. Karena berapa banyak mereka yg (terlihat) relijius tapi memutuskan utk mengakhiri hidupnya?
Wuaduhh. Pertanyaan dalem nih mas Nuno. Tp memang kita ini mahkluk Tuhan dan sosial at the same time. We do need others.
Udah isi blm mas kuisionernya?