This is a repost from my old blog with a prologue added on.
Saya suka sekali menuliskan terjemahan bebas ala saya atas kutipan-kutipan yang saya temukan. Termasuk postingan ini.
Jika menghabiskan waktu kita untuk menilai dan menghakimi orang lain, pada akhirnya kita kan merasa tak ada waktu sedikitpun untuk menyayangi orang lain. Untuk berbagi kasih dengan orang lain.
Kemarin adalah hari kasih sayang, yang dalam pandangan saya pribadi adalah bagaimana kita merayakan kasih sayang dengan sesama kita. Bagaimana kita berbagi kasih dengan orang di sekitar kita. Bukan hanya pada keluarga, bukan hanya pada kekasih atau pasangan hidup. Tapi pada orang-orang yang ada di sekitar kita. Jadi kenapa kita harus menghakimi? Mari habiskan waktu mencintai, berbagi kasih dari hari ke hari. Melalui tulisan, perkataan, dan perbuatan.
Monggo dibaca postingan asli saya di sini:
Sebagai penutup, saya ada pertanyaan untuk kalian:
Bayangkan jika melihat seorang gelandangan di jalan, dengan pakaian compang-camping. Kumal. Dekil. Dan bau yang menyengat karena tidak mandi berhari-hari bahkan berminggu-minggu, apa yang kamu pikirkan? Dan apa yang akan kamu lakukan terhadap gelandangan itu? Ayo share jawaban pertama (yang biasanya terjujur) yang melintas dalam pikiranmu?
Dan jika diberi kesempatan memikirkan kembali jawaban itu, apakah akan memilih jawaban yang sama ataukah merubahnya? Jika merubahnya, kenapa dan apa jawaban baru kamu?
28 Comments
pertama yang terlintas, tentu kasihan. Apa yang saya lakukan? memberi sedikit yang saya punya, paling praktis sih, uang.
lalu.. jawaban itu tentu saja kurang bijak. Saya sering menyaksikan peminta- minta masih muda, sangat disayangkan. rasanya kok iba saya diperjual-belikan. dan pada akhirnya apa yang bisa saya lakukan? 🙁
*jadi pengen buat postingan daripada komen kepanjangan. hoho
kalau gitu, ditunggu postingannya ya. jangan lupa link back. penasaran jadinya. 🙂
saya rasa kamu gak sendirian kok. banyak yang merasa ‘dipermainkan’.
iya iyaa.. 😀 ditunggu yakk..
aseeeek.
Ini.. silahkan..
http://tuaffi.wordpress.com/2014/02/15/sampah-masyarakat/
Ke tkp ah.
Saya merasa bersyukur krn telah di beri nikmat yg dianugrahkan Allah.. dn sy akan bantu sebisa mungkin
mantap mas.
semoga tercapai keinginannya membantu itu.
[…] saya habis baca post ini, nah daripada kepanjangan komen, akhirnya […]
Mas Ryan … 🙂 kalau saya langsung deh kepikiran akan pekerjaan apa yang bisa saya berikan untuknya. Bila ia punya skill di bidang tertentu, kita bisa memfasilitasinya. Bila tidak punya skill, mungkin kita bisa mengajarinyaa sesuatu. Lebih baik memberi pancing, dari pada memeberi ikan. Dengan adanya pancing ia bisa mendapatkan banyak ikan bahkan. Itu bakalan membuat ia mandiri dan mulia. 🙂
Wah. Bagus tuh. Memberi pancing. Bukan ikan.
Jujur saja, ah kog bisa yabjunya mcem gitu pa gak ad bju lain atau memang sengja gk mandi lgi….
Jawaban jujur. Makasih ya.
Kalau setelah itu dipikirkan ulang, apa yang terpikir?
Apa yg hrus sya lakukan, sementara uang saya saat ne pas-pasan.
Mgkn bju drmah saya, bsa saya smbgkan walaupun hnya bju bkas.
spontan memberi sebisanya bantuan bro
Mantab mba. Gak ada kepikiran lainnya?
kalau sekarang…. mungkin cuek. teringat beberapa kejadian belakangan.
hiks
Waduhhh. Ada kejadian apa mas. Smp kayak gitu.
pengemis yang penghasilannya belasan juta 😀
mengalahkan kita ya:D
Kalau bener2 gelandangan bantu apa saja bisa mas, bisa bentuk uang, makanan, kelahlian, pekerjaan, atau mungkin tempat tinggal disesuaikan pada kemampuan kita saat itu..
Tapi sekarang kan kondisinya sulit membedakan gelandangan beneran sama yang pura-pura…
mentalnya sebagian besar adalah mental malas, mereka lebih menyukai jadi peminta2 daripada bekerja… apalagi di Jakarta…
Itulah ya. Banyak yang memanfaatkan seperti itu. Jadi bingung kitanya
Banget… kalau mira kalau mau bantu orang, mending yang sudah jelas pemanfaatannya aja.. biar lebih aman dan ikhlas tentunya.. 😀
iya setuju. jadi gak ikhlas kan malah bahaya.
Mas yan blognya baru ya… liat orang compang – camping jujur ngedumel dlm hati. “….”
Gak baru kok. Masih sama.
Ngedumel kenapa?
Bauuu
Iya sih. Terus kepikiran apa lagi.