210212 – Artikel – Dimanja
Jangan memanjakan anak, begitu nasihat orang tua biasanya, nanti mereka jadi malas dan kurang mandiri – tidak mau berusaha.
Tapi kenyataannya… Hidup secara tak langsung telah memanjakan kita selama ini. Bahwa hidup kita selama ini secara tidak langsung telah memanjakan kita, dengan kecanggihannya.
Berapa banyak dari kita yang kini bisa hidup tanpa TV sehari saja. Berapa banyak dari kita yang menjalani pekerjaan yang menyenangkan kita dengan kemudahannya.
NYAMAN
Hasil dari dimanja adalah kita merasa sangat nyaman akan suatu hal tanpa perlu kita berusaha lagi.
Mungkin ada banyak di antara kita yang merasa sangat ‘nyaman’ dalam pelbagai hal. Dan seperti iklan salah satu merk furniture dulu: ‘kalau sudah duduk, lupa berdiri’. Itulah yang kita lakukan.
Kenyamanan itu bisa dalam kehidupan sehari-hari kita, seperti dalam rumah. Kenyamanan seorang anak untuk makan. Selama ini anak itu menerima makanan yang sudah siap tersaji, termasuk saya, sehingga kita nyaman dengan keadaan itu.
Saat kita lapar, kita tinggal bilang ke mama atau helper (saya lebih suka kata helper daripada ‘pembantu’) kita: ‘saya lapar. Mau makan’. Dan makanan pun tersaji. Kita tak terbiasa untuk membuat atau menyiapkan makan itu sendiri.
Bagi mama atau helper kita itu, semua adalah ‘kewajiban’ mereka kepada yang disayang. Jadi mereka dengan senang hati melakukannya. Tapi… Tanpa disadari, kenyamanan mulai terbentuk dari ‘memanjakan’ orang yang disayangi itu.
Bagaimana bila mama atau helper kita itu sakit dan tak mampu mengerjakannya? Banyak dari kita yang bingung dan akhirnya malas makan karena sudah terbiasa mendapatkan yang sudah siap santap. Hingga mungkin akhirnya memesan makanan dari luar.
Itulah kenyamanan…. Di tempat kerja pun kita seperti itu. Kita seringkali dimanjakan dengan situasi kerja kita hingga semua merasa sangat nyaman. Apalagi jika pekerjaan kita dirasa tidak ‘menuntut’ banyak tapi gajinya besar. :d
COMFORT ZONE
Merasakan kenyamanan, itu yang dicari oleh kita semua. Hidup dalam zona kenyamanan adalah tujuan kita. Dan wajar kok. Karena sebagai manusia, kita memang ingin merasa secure (bagian dari kenyamanan).
Comfort zone yang diciptakan kita ini terkadang mengukung kita. Mengikat kita. Zone ini membuat diri kita terlena biasanya. Ada yang terlena sangat dalam, ada yang biasa saja.
Menyadari ‘jebakan’ comfort zone ini diperlukan agar kita dapat berkembang. Jebakan ini hinggap di kita dan membuat kita malas bergerak (baca: berkembang) karena memang sudah sangat nyaman.
Kalau kita ‘keluar’ dari kenyamanan ini, kita akan dihantui dengan ketidakpastian dan juga ketidaknyamanan. Seperti kemarin, saya mencoba memasak. Dan… Capek. Panas. Benar-benar tidak nyaman.
Tapi…. Semua perlu dilakukan agar kita berkembang.
GROW
Kenapa kita harus berkembang? Kenapa kita tak seperti sekarang saja? As it is. Ga salah juga kan?
Ya ga salah sih. Pilihan masing-masing.
Tapi saya percaya bahwa setiap orang bisa mencapai lebih dari yang mereka punya sekarang. There’s something greater than we’re now, including our ability.
Pernah mendengar kisah saat kerusuhan Mei 1998? Ada seorang karyawan di daerah Matraman yang mampu meloncati tembok setinggi 10 meter dalam sekejap. Hal yang sangat mustahil dilakukan jika dalam keadaan normal. Seperti itulah kita.
Kita punya kemampuan lebih kok. So, ketika bertanya: kenapa saya harus ‘keluar’ dari zona nyaman saya, coba kita tanya seperti berikut: ‘kenapa tidak? I believe I can do MORE’.
Kalau kita terbiasa dibuatkan masakan, kenapa tidak sekali-sekali memasak? Kita jadi tahu apa saja bumbu-bumbu yang ada dan diperlukan. Bagaimana untuk memasak makanan kesukaan. Sehingga kalau sedang tak ada makanan, kita bisa membuatnya sendiri.
Dengan demikian kita sendiri sudah berkembang saat itu. Mendapatkan knowledge lebih dari yang kita punya sekarang.
Sekali lagi…. Pilihan di tangan Anda. Mau dimanja atau mau berkembang?
‘Greatest thing we have as a mankind is the ability to grow and be better from time to time’
Ryan
270212 1202
Best Regards,
Febriyan Lukito