230212 – Artikel – Duriku
Pernah melihat landak? Sehari-hari tubuhnya memang dilindungi dengan duri tajam. Tapi dalam keadaan normal, durinya menempel pada tubuhnya. Saat ada bahaya, barulah dia menaikkan durinya itu.
Begitu juga dengan hewan-hewan lainnya, seperti bunglon. Saat dirasa bahaya, dia akan segera menyesuaikan warna tubuhnya dengan sekitarnya sehingga tak diketahui keberadaannya di mana.
Memang manusia bukan hewan (siapa juga yang bilang gitu ya?). Tapi sama seperti mereka, manusia memiliki mekanisme pertahanan diri di saat bahaya mengancam. Kita akan mengeluarkan duri kita di saat-saat seperti itu.
BAHAYA
Kalau baca peringatan berwarna kuning di daerah-daerah tertentu tertulis: ‘DANGER’, kita pasti sebisa mungkin menghindarinya. Kita tahu itu bahaya. Kalau dekat-dekat akan ‘mengancam’ kelangsungan jiwa kita.
Tapi, bahaya dalam hidup banyak juga yang tidak tertulis. Kita bahkan tidak tahu bahwa hal itu berbahaya sampai saat tertentu hal itu mengancam kita.
Bahaya apa saja sih yang ada dalam hidup kita? Bisa bermacam-macam. Bahaya dalam hidup bisa dari diri sendiri, orang di sekitar kita, pekerjaan, dan lain-lain.
Bahaya dari diri sendiri dimulai dari pikiran. Kita cenderung banyak berpikir dan terkadang pikiran kita sendiri bisa menyesatkan, apabila tidak dikendalikan sebagaimana mestinya. Nah inilah bahayanya. Pikiran yang tak terkendali. Apalagi kalau emosi sudah terlibat di dalamnya.
Bahaya dari orang sekitar bisa berupa perkataan dan perbuatan. Kita terkadang tak menyadari bahwa perkataan/perbuatan kita menyakitkan. Ini juga merupakan bahaya bagi diri kita. Karena itulah sebaiknya kita mengendalikan perkataan/perbuatan kita agar tak ada yang tersakiti.
Pekerjaan? Ada beberapa pekerjaan yang memang lebih beresiko dibandingkan yang lainnya. Contohnya pekerjaan polantas. Resiko tertabrak tinggi loh. Lalu bekerja sebagai petugas listrik yang menangani kegagalan listrik. Resiko tersetrum ribuan volt bisa saja terjadi.
Namun, jangan dipikir bahwa pekerjaan kantoran tidak beresiko. Mereka beresiko juga. Kadang kita bekerja di kantor. Duduk seharian. Fokus pada pekerjaan sehingga lupa minum. Ini jadi bahaya juga. Ginjal bisa bermasalah.
Bahaya-bahaya seperti ini tak terlihat dan cenderung dilupakan. Terutama bahaya dari perkataan/perbuatan kita terhadap orang lain dan sebaliknya. Bahaya dan duri tentang perkataan/perbuatan inilah yang ingin saya bahas di sini.
DURI
Saat bahaya di sekitar kita, seperti yang saya sebutkan di atas, kita segera memasang ‘duri’ kita secara otomatis. Itulah kenyataannya.
Duri ini bisa berupa perkataan dan perbuatan kita terhadap ‘bahaya’ itu. Reaksi… Itulah salah satu bentuk duri kita. Dan bila kita tak mengendalikannya dengan baik, duri ini akan menyakiti orang-orang di sekitar kita.
Tidaklah salah alias wajar jika kita memasang duri saat mengalami gangguan. Tapi hendaknya semua yang kita pasang dipikirkan baik-baik, karena setelah terlontar tak bisa kita tarik kembali.
Karena itulah, kita perlu berpikir baik-baik sebelum melontarkannya. Hendaknya setiap perkataan/perbuatan yang dilontarkan diakhiri dengan penuh tanggung jawab.
REAKTIF
Reaktif… Itulah yang dilakukan oleh kita saat ada satu bahaya menghampiri. Namun sikap yang reaktif ini justru akan membahayakan diri kita juga. Karenanya, janganlah reaktif dalam menghadapi bahaya.
Dalam habit pertama dari 7 habits, dituliskan jangan reaktif. Tapi proaktif. Proaktif di sini diartikan bahwa kita jangan langsung membalas apa yang ‘diberikan’ kepada kita. Tapi diam sejenak dan pikirkan dulu baru berkata/bertindak.
Penerapannya yang mudah adalah dengan STOP. THINK. Then ACT.
Stop dulu. Ambil nafas dalam-dalam untuk meredakan emosi kita saat menghadapi bahaya. Setelah tenang kita berpikir (THINK) tentang situasinya secara menyeluruh, termasuk pilihan apa saja yang dapat kita lakukan untuk menanggapinya.
Setelah mengetahui semua pilihan yang ada dan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi, barulah kita bertindak (ACT).
Hal ini mudah diucapkan tapi agak sulit dilakukan. Tapi sekali lagi, sesuatu yang baik memang sulit diperoleh kan? 🙂
Berikanlah duri yang proaktif. Jangan duri reaktif. Duri yang reaktif akan menyakiti orang lain tanpa kita sadari. Tapi duri yang proaktif akan membantu diri kita sendiri dan orang lain.
Mungkin ada kalanya seseorang melemparkan granat (bahaya) kepada tanpa disadari. Dan sikap kita yang reaktif dalam melempar duri, membuatnya sadar dan paham bahwa dia juga punya andil dalam kesalahan itu.
‘Lidah memang tak bertulang, namun tajamnya seperti pisau. Janganlah lempar pisau bila kita tak mau juga dilukai dengan pisau.’
Ryan
030312 0730
Best Regards,
Febriyan Lukito