“Pergi sana! Tak mau aku melihatmu lagi. Orang hina sepertimu tidak pantas di sini. Ini kelompok elit. Tidak cocok untukmu.” Ucapan rupanya tidak cukup bagi Dwi. Dia juga menghadiahiku ludahnya, tepat mengenai mataku. Aku pun hanya dapat mengerjapkan mata dan membersihkan ludahnya dengan punggung tanganku.
Aku pun melangkahkan kakiku keluar dari gedung megah tempatku belajar itu. Aku ini memang bukanlah anak berada seperti dirinya, ataupun anggota yang disebut kelompok elit itu. Aku bisa berada di gedung ini pun karena beasiswa yang aku perjuangkan sejak aku masih di SMA. Dulu aku berpikir dunia itu adil. Bahwa dunia akan memberikan yang terbaik kepada mereka yang ingin berusaha. Dan itulah yang aku lakukan hingga aku pun berhasil mendapatkan beasiswa itu.
Sepanjang perjalanan pulang, aku berpikir terus. Apakah memang diriku sedemikian hina? Aku tidak mengejar dirinya dan berusaha masuk dalam kelompok itu dengan sengaja. Mereka yang memintaku untuk bergabung. Sejak awalpun aku sudah menolak, namun karena bujukan merekalah aku akhirnya bergabung. Dwi, Ananda, Nisa dan Louis. Kelompok yang memang dikenal di kampusku sebagai kelompok orang berada. Ayah mereka semua adalah petinggi penting di negara ini. Tidak ada yang berani mengganggu mereka.
***
“Sudahlah… jangan diambil hati. Dwi memang terkadang begitu.” Ujar Nanda, nama panggilan untuk Ananda, menghiburku keesokan harinya. Aku lebih dekat dengannya dibanding dengan yang lain. “Anak-anak yang lain tidak masalah kok dengan kehadiranmu. Kami akan bicara dengan Dwi. Ok?”
“Gak kok. Gak masuk dalam kelompokmu itu pun aku tak masalah Nanda.” Jawabku setelah memikirkan masak-masak. “Sepertinya lebih baik seperti itu. Toh… aku jadi punya banyak kesempatan untuk belajar lebih giat lagi.”
“Yah… kok gitu sih. Kalau kamu keluar, nanti siapa yang akan bantu kami? Kamu itu yang paling pintar di antara kita semua.” Jawab Nanda setengah merajuk. Aku tahu, kalau sudah seperti ini akan sulit menolak. Nanda paling pintar memainkan emosi lawan bicaranya hingga akhirnya menuruti keinginannya.
“Tanpa dalam kelompok pun, aku juga masih bisa bantu. Kapanpun kalian membutuhkan bantuanku tentang mata kuiah yang aku bisa, pasti akan aku bantu.”
“Hmmm…. baiklah. Aku minta maaf ya, atas nama kelompok.” Nanda kemudian memelukku sesaat.
***
“Gimana? Dia mau balik gak?” Tanya Louis pada Nanda begitu Nanda tiba di kantin tempat biasa mereka berkumpul. Dwi memasang muka kesalnya. Namun tidak diindahkan oleh yang lainnya.
“Gak. Dia gak mau.” Jawab Nanda seraya menyeruput jus melon yang dipesannya.
Dengusan Dwi terdengar keras.
“Tuh kan… tuh anak gak tahu diri. Dia pikir dia siapa sih.” Wajahnya yang semakin merah menahan amarah semakin jelas terlihat. “Orang hina kayak dia saja. Ngapain sih diurusin? Udah. Lupakan saja.”
“Ini semua gara-gara lo Wi. Kalau aja lo gak ngomong seperti itu sebelumnya.” Nisa yang daritadi diam akhirnya pun urun bicara. “Dia itu asset kita. Kalau gak ada dia….” Nisa diam tidak meneruskan ucapannya.
“Emangnya kenapa kalau gak ada dia? Gak bisa hidup lo? Sebelum ada dia juga gak masalah kan? Apa sih hebatnya dia? Dia itu orang hina…” Dwi membalas Nisa dengan kesal.
“Hei… hei… Udah.” Louis mencoba menenangkan Dwi. “Jangan berantem.”
“Iya. Udah. Gak usah berantem. Dia tetep mau bantu kita kalau kita butuh bantuannya, tapi dia gak mau balik dalam kelompok kita. Itu kata dia.” Ujar Nanda menerangkan.
“Iya… tapi gw jadi gak enaklah. Mentang-mentang butuh bantuan, kita cari dia.” Ujar Nisa. “Gw gak mau dianggap memanfaatkan.”
“Iya sih Nis, tapi toh kenyataannya, selama ini juga kita begitu. Kita memperbolehkan dia dalam kelompok karena kita butuh dia kan? Apa bedanya sekarang? Kita tuh memang dari dulu dah memanfaatkan dia.” Ucapan Louis membuat mereka semua terdiam. Kata hina yang dilontarkan Dwi sebenarnya adalah salah sasaran, merekalah yang hina. Mendekati seseorang karena ingin sesuatu darinya.
*****
Nah… cerita fiksi di atas saya tutup sampai di sana karena kelanjutannya justru saya ingin jadikan Giveaway (GA) kecil-kecilan. Hadiahnya? Adalah… seperangkat alat sholat dibayar tunai – eh salah, ini gara-gara akad nikah temen kemarin. Sebelum ke hadiah, saya kasih aturan mainnya dulu ya.
Aturan mainnya simpel kok.
1. Tulis di kolom komen di bawah, lanjutan fiksi untuk ending cerita di atas. Tema dan tokoh jangan dirubah ya. Be creative ya. Boleh sudut pandang si Aku, Dwi, Nanda atau siapapun dalam tokoh di atas. Mau dibawa happy ending? Sad ending? Atau mau jadi komedi juga monggo. (updated: jumlah paragraf dihapuskan karena sepertinya susah kalau hanya 2/3 ya?)
2. Format komen adalah Nama, alamat blog, akun twitter baru deh lanjutan versi kalian. Contohnya gini:
Nama: Ryan
Blog: https://febriyanlukito.com
Twitter: @feb_ryan24
Lanjutan cerita:
Btw yang saya pertimbangkan untuk pemenang yang domisili di Indonesia ya. Belum sanggup kirim keluar negeri euy.
3. Giveaway akan ditutup tanggal 28 Februari 2014.
4. Pemenang ditentukan dengan kombinasi dua cara berikut
a. Dari jumlah jempol yang diberikan ke masing-masing tulisan peserta
b. Penilaian dari juri, yaitu saya sendiri.
Akan ada beberapa hadiah untuk yang menang, yaitu:
1. Kacamata hitam trendi (bisa untuk pria dan wanita) dari kakak saya
2. Kosmetik (khusus wanita) juga dari kakak saya
3. Buku kumcer, kalung Bali, gantungan kunci dan kartu pos dari Belanda dan Singapura dari saya (satu paket).
Udah, itu aja sih. Jadi dah tahu dong jumlah pemenangnya berapa kan?