Another Guest Post nih. Kali ini dari teman, partner in crime apalagi ya? Dia lebih dikenal dengan #TeleportasiManfaat – alias Sang Entrepreneur. Kali ini sharing darinya tentang Kiri Kanan Utara Selatan – Nyasar dalam hidup.
Baca juga:Teleportasi Manfaat
***
Pernah nyasar, atau pernah ketemu orang yang tersesat? Saya rasa sebagian besar pernah. Nah, dalam kondisi tersesat atau bertemu orang yang tersesat, bagaimana bentuk pertanyaan yang sering kita gunakan untuk menanyakan atau memberi petunjuk arah?
Beberapa waktu yang lalu saya sempat mengadakan “survey” kecil-kecilan mengenai hal ini. Pertanyaan yang saya berikan kepada teman-teman begini kira-kira;
“Dalam memberikan atau meminta petunjuk arah, kita lebih suka pake arahan kiri-kanan atau utara-selatan?”
Jawaban pun didominasi oleh pilihan pertama, penggunaan arahan kiri-kanan. Sedikit sekali yang memilih menggunakan arah mata angin utara-selatan-timur-barat. Dan, informasi tambahannya adalah bahwa pengguna arah mata angin cenderung “orang kampung”, sementara seluruh teman yang di kota besar lebih memilih menggunakan arahan kiri-kanan.
Ada arti lain dari sekedar kiri kanan utara selatan bagi kita sesungguhnya. Generasi kita sekarang lebih cenderung menggunakan kiri-kanan dengan alasan praktis dan bisa dimengerti hampir semua orang.
Generasi Instan Dan Kiri Kanan Utara Selatan
Ya, kita memang sudah seringkali mendengar bahwa generasi kita disebut generasi instan, serba mudah, serba praktis. Lalu pertanyaan berikutnya, apa menurut kita logika orang dulu juga belum bisa memilih kiri-kanan ketimbang utara-selatan?
Saya meyakini, sesungguhnya orang dulu juga sudah tau kiri-kanan yang lebih praktis dibanding utara-selatan, tapi mereka memilih utara-selatan karena memang itulah arah mata angin sebagaimana ditanyakan.
Kiri atau kanan sejatinya bukan arah, tapi lebih kepada bagian dari sesuatu. Tapi kita di masa kini “memaksakan” kata kiri-kanan sebagai penunjuk arah. Apa sebenarnya yang dapat dimaknai dari “ketidaksetiaan pada kata” ini?
Underestimating Human Capacity
Pesan pertama yang dapat kita pelajari dari hal tersebut adalah betapa kita sekarang sudah “mengkerdilkan” kemampuan kita sendiri sebagai manusia. Manusia, sejatinya memiliki instrumen komplit dalam dirinya. Kalau hanya untuk sekedar membedakan arah mata angin, tentu seorang manusia mampu melakukannya dengan baik.
Tapi dengan sadar atau tidak, kita menutup kemampuan itu dengan “memanjakan” diri sendiri untuk tidak terbiasa menggunakan kemampuan itu. Bahkan mungkin, sekarang dengan bantuan kompas pun kita belum tentu mampu “merasakan” utara dan selatan.
Strategist vs Visioner, Parsial vs Kosmis
Ketika kita lebih memilih untuk menggunakan kiri-kanan daripada utara-selatan, pertimbangan paling utama adalah karena praktis, atau boleh dibilang itu alasan strategis, sesuatu yang langsung bisa diimplementasikan.
Sebaliknya, orang-orang yang memilih menggunakan utara-selatan dibandingkan kiri-kanan, pertimbangan utama justru karena menurut mereka hal itu akan memberi gambaran lebih komprehensif. Bahwa dengan arah mata angin, kita bisa memiliki pandangan lebih jauh.
Orang-orang dengan pilihan kiri-kanan merupakan orang dengan pandangan parsial, dan karenanya cenderung ego-sentris. Setidaknya, menggunakan apa yang ada di dalam diri sendiri (bagian kiri atau kanan) sebagai penunjuk arah sementara dia dalam kondisi tersesat, cukup menjadi pembuktian atas hal itu.
Sementara orang-orang dengan pilihan utara-selatan adalah orang dengan pandangan lebih kosmis, bahwa kita tidak sendiri, ada pihak lain, ada petunjuk yang lebih besar. Semestinya, saat kita tersesat sebaiknya kita mendapat petunjuk dari pandangan yang lebih “tinggi” sehingga mampu memberi gambaran lebih luas.
Meskipun, hal ini berarti membutuhkan usaha lebih untuk memahami sesuatu lebih jelas. Tapi, bukankah begitu cara melihat peta? Dengan melihat lebih tinggi posisi sebuah lokasi?
Satu lagi bukti bahwa visi semakin sulit diperoleh, dan karenanya kehidupan kita semakin pragmatis. Orang-orang lebih memilih untuk sekedar memikirkan bagaimana nanti, bukan nanti bagaimana. Orang-orang cenderung lebih suka mengalir, mengikuti arus, tanpa berusaha mengendalikan arus.
Padahal, seorang teman pernah berkata;
Yang hanya mengikuti arus hanyalah sampah dan/atau kotoran?
Jadi, tipe manakah kita?
~amrunofhart~
Kesimpulan
Gimana? Setelah membaca sharing dari teman saya ini soal kanan kiri utara selatan ini, apa yang bisa diambil dan tipe mana dirimu? Apakah sama seperti saya yang kiri kanan daripada utara selatan? Hmmm… saya jadi berpikir nihhhh…. Jangan lupa kunjungi blognya ya… Sangentrepreneur.wordpress.com untuk tulisan soal wirausaha, saya juga ada nulis di sana :p. Terus yang mau Guest Post, bisa baca syarat dan ketentuannya di Guest Post Page ini.
Aku termasuk yg buta arah sebenernya.. makanya jarang bgt pergi sendiri.. Jangankan utara selatan, diksh tau arah kiri kanan aja, cepet lupanya.. ini berlaku utk arah doang sih tapi -_-. Makanya aku srg nyasar mas. Untungnya yaaa skr ini ada aplikasi waze itu bnr2 penyelamat buat org yg suka lupa arah kayak aku 😀
Toss kalau gitu kita mbak Fanny. 😀 Saya juga suka lupa arah hahaha
Postingan dan diskusi yang sangat menarik nih Ryan. Untuk kondisi alam U-T-S-B masih lumayan, begitu dalam ruangan tertutup misal mall super besar kiri kanan lebih medah nempel di ingatan saya.
Terima kasih Ryan, sang entrepreneur, mbak Vita dan mbak Rina
Wah. Saya mah udah bener2 gak bs mbak kalau masalah UTSB. Mau di luar atau di dalam ruangan.
Sama-sama Mba, senang bisa saling menebar manfaat. Salam kenal dan monggo mampir…hehehe
Dalam urusan arah ini, timur, barat, utara, selatan, aku buta sama sekali. Rumah Yogya ini aja tau di utara karena dekat kaliurang yang berada di utara Jogja 😀
Hahahaha. Saya juga kalau sudah ngomongin arah mata angin. Suka salah
Nah, itulah enaknya di Jogja Mba Indah, alam mendukung, hehehe….
Aku suka binggung kalo ke jogja trus orang bilang selatan utara, demen nya kiri kanan aja
Sama om. Bingung juga saya
saya juga masih suka bingung nih Mas atau Mbak? makanya balas komennya lama, hehehe…#Ngumpet biar nggak dijitak boss Febry…;D
Om Cumi. Hehe
Btw aku mlh jd penasaran apakah scr ilmiah sdh prnah ada studi yg mnghubungkan preferensi org trhadap arah ini (br googling, sptinya istilahnya “relative direction” dan “compass direction”) dg misalnya kemampuan kognitif / hal lain yg trkait.. Maksudnya,apakah hipotesis ini mmg sdh prnah ada yg mencoba membuktikan? 😛
Nahhh. Saya gak tahu malah Vit. Baru denger istilah itu. Hmmm.
ish Ryaan.. kekerasan dalam dunia maya. gak akan mungkin lah gw keplak lo :p
Hehehehe. Jadi deal ya… terima tawaran kemarin. Seeep… Vita. Rina dah oke tuh
Ryaaaan…. stop it 😀 i probably should feed you more to make you hush :p
Huahahahaha… then I should on and on and on asking you… huahahaha
Hi Vita, interesting thought! i personally am a believer of how language shape the way our thinking (of for this matter: in the whole…how nature shape the way we think and speak, thus create different expression in certain language). *harap maklum yaa.. orang bahasa seh 😀 * aniwey, in terms of cardinal direction (N-W-S-E) and spatial direction (left-right-front-back), some research have been made and i found this quite interesting: https://edge.org/conversation/lera_boroditsky-how-does-our-language-shape-the-way-we-think
Rina… I really hoping for you to reconsidering my offer for bec. 😀 Hahahaha. *dikeplak*
Terima kasih Mba Vita, sharing-nya bener2 mencerahkan pagi ini, hehehe…saya juga pernah dengar relative and compass direction, mustinya sih sudah ada penelitiannya. Saya menulis post itu hanya karena pengamatan kecil saja, dipantik oleh “perubahan” pada diri saya sendiri setelah 2002-2008 di Jakarta, kemudian 2008-sekarang di kampung, pas kemarin ada moment hampir dua minggu kudu hidup di Jakarta lagi udah berasa jadi “alien”, hehehe…Oops maaf, udah kepanjangan belum kenalan. Salam kenal Mba Vita, jangan lupa mampir ke SE…#tetep.. 🙂
Kampung bos? Yakin ta’ di kampung? Kampung Cirebon yakkk
Ikutan reply, haha.. Mewakili org Sby yg bersuamikan org Jogja. Sama kyk kata Rina, kebetulan di Jogja lbh mudah menerapkan referensi utara selatan, dan emang suamiku tipe utara selatan. Aku sempat menggeneralisasi bhw yg lbh akrab dg ref utara selatan adl laki2 ketimbang perempuan, berhub dg kemampuan lbh paham peta yg lbh umum pd laki2.
Tp mmg begitu posisi bangunan nggak lurus/miring dg utara selatan ini, suamiku bs bingung. Slh 1 contohnya adl dia msh bingung banget kl jln mall Tunjungan Plaza (yg guede bgt itu,ampe 5 bok!) krn emang miring n ga simetris.
Sy jadi bingung nihhh. Utara saya mana ya??? Berarti agak dipertanyakan dong saya nih. Suka pusing baca peta
Lah yan itu kan generalisasi dari aku sendiri.. belum terbukti juga hahaha… makanya tadi penasaran juga apa bener ada hub ama org yg terbiasa pake kiri kanan / utara selatan dg 2 kutub yg ditulis post ini. Tp menarik lho.. aku diskusi tttg post ini ama suamiku td pagi hehe.. Dia blg mungkin ada pengaruh bahasa juga.. Dan dia mengamati sama seperti org Jogja, org Bali juga terbiasa pake utara selatan. Oya, dia juga mengkritisi generalisasiku tadi, dia blg kalo di Jogja sih laki perempuan dua2nya akrab pake utara selatan… haha sorry panjang :p
Hahaha. Seru nih kayaknya. Jadi bahan diskusi pagi hari. Hmmmm. Mungkin ada korelasinya mungkin juga gak ya Vit.
aku tuh yang ngertinya cuma kanan kiri doank 😀 *tutup muka pake panci
Sama mommy. Saya juga tahunya kanan kiri doang nih
kayaknya kalo pancinya dilepas bakalan bisa utara-selatan-barat-timur deh, hehehe…salam kenal…:p
Bahaya bos kalau momy lepas panci. Nanti gak masak-masak lagi
Ngomong sama mas-mas di Jogja pasti patokannya utara selatan timur barat, Mereka sudah dibiasakan pakai patokan ini yach ryan. Kalau ngomong ama mereka otak ini kayak disuruh kerja ekstra sambil ngecek matahari tenggelam dan terbenam tetap nga ngerti arah mata angin.
Sama Lin. Gw juga gitu. suka salah arah. Untungnya gak salah arah jalan pulang. atau arah ke hatinya… #eaaa
Makanya suka salut sama mereka yang bisa membaca arah gitu
Soalnya kita nga dibiasakan sich. Kalau jalan ke hatimu nga perlu pakai GPS kan ryan, cukup perhatian, makan dan minuman enak. yaelah ketularan alay dech.
Huahahahaha. Ah tahu aja Lin. Cukup makanan n minuman. Hahaha
Stop jangan buat gue tambah alay hihihi nga kuat gue, masih nahan ketawa.
tuh kan, kebetulan Jogja lagi…hehehe. Salam kenal Mbak, jangan lupa mampir juga ke SE.
Siap mas, salam kenal juga yach.
Oooh… saya dulu sering berkata kalau saya mengikuti arus. Berarti saya sampah gitu, ya Mas? :huhu. Memang dari hal-hal yang sederhana kita bisa menentukan bagaimana sifat seseorang. Pernah juga dulu ada, menentukan sifat dari pilihan ayam bakar atau ayam goreng…
Tulisannya bagus, motivasinya kerasa banget. Kayaknya si penulis cocok jadi motivator nih :hehe.
Saya pun juga gitu kok Gar. Once in interview I was asked about my future will be, I said that I am just going with the flow. 😀
Doi emang keren Gar. Saya banyak belajar dari dirinya.
Iya, memang positif banget si Masnya ini (eh dia seorang mas mas, kan?) :hehe.
Wah, itu kutipan loh mas soal yang ikutan arus hanya sampah dan/atau kotoran, lagipula settingnya di kali, hehehe… terima kasih komennya mas Gara, aamiin untuk do’anya, setidaknya jadi motivator untuk diri sendiri, hehehe…
Sip, terima kasih kembali sudah berbagi inspirasi :)).
Hi Ryan! Interesting post. Pengalaman gw yg lahir dan besar di jakarta, gw terbiasa menggunakan kanan-kiri-atas-bawah-depan-belakang sebagai petunjuk arah. Lain hal-nya dengan sepupu2 gw yang tinggal di jogja menggunakan barat-utara-timur-selatan untuk menunjukkan arah. Mereka berpatokan pada alam dan dalam hal ini gunung merapi (klo gak salah) sebagai penguasa alam yang letaknya ada di arah utara. Pembangunan kota pun di rancang sedemikian rupa sehingga kota tertata rapih dan penduduk masih bisa lihat gunung sebagai petunjuk arah. Sementara orang2 di kota besar yang hidup dikelilingi gedung-gedung tinggi akan susah menentukan arah klo harus merujuk ke gunung. Pada akhirnya mungkin karena beberapa dari kita yang hidup di kota besar sudah tidak terlalu menghargai alam, jadi lah kita generasi yang ‘memudahkan’ segalanya. kurang lebih seperti yang ditulis di post.. berpikirnya hanya sependek kanan-kiri, tidak sejauh barat-timur. *just my two cents*
Hiks… gw kok jadi sedih baca komen lo Rin. Hiks beneran, pengen ke alam sekarang juga.
Your two cents really jlebable. 😛 Mungkin memang seperti yang dirimu bilang Rin, sudah terbiasa sejak lahir sehingga terperangkap dalam pemikiran seperti itu ya.
Waah.. gw gak bermaksud bikin lo sedih, Yan. Mudah2an kita gak terus terperangkap di antara hutan beton Jakarta. Hayuuk laah, kita hargai dan cintai alam indah kita 🙂 *serius amat seh gw .D
Asikkk. Dapat tour gratis ya gw??? *dikeplak* hahahaha…
wah…koq bisa persis gitu? survey emang saya lakukan kepada orang Jakarta sebagai orang kota dan teman2 dan saudara di Jogja sebagai orang kampung, hehehe…salam kenal Mbak, semoga bisa saling berbagi manfaat.
Sorry for leaving comment for the 4th time here Ryan! xD
hahaha soalnya komen yg pertama itu maunya ngreply punya Rina, tp entah kenapa (apa krn pake hp ya) malah muncul sbg komen yg berdiri sendiri.. jadi ini mau nyolek Rina, ceritanya.. krn aku setuju ama yg dibilang Rina (about Jogja n the things…)
Huahahaha. Komen banyak gak masalah kok Vita. Jadi ramai. Seneng jg bacanya
mari kita ramai-ramai sahut-menyahut di post ini. @Vita: gw kan jogja-nya palsu 😀 klo Bapake orang Jogja asli, kan. hehe! @sang entrepreneur: salam kenal juga. panggil aja rina 🙂 banyak yang bisa dipelajari dari saudara2 kita yang tinggal jauh dari kota. sy pribadi senang dengan cara pandang mereka yang tidak selalu duniawi, pembawaan yang tenang dan menghargai alam. @Ryan: maaf yaa..ini komen jadi panjang dan tak berujung.
tulis dong Rin… tulis soal cara pandang itu *penapsaran*
Dimaafkan kokkk
saya ya pastinya kiri kanan, mas. kalau arah mata angin asli saya bingung banget nentuinnya. dan ternyata ini berhubungan sama otak juga ya
Sama kita mbak. Iya nih. Trnyata berhub dg otak n gmn melihat keadaan. Saya jg baru tahu
terima kasih komennya mbak, jangan lupa mampir ke SE. Saya juga lagi belajar kembali membiasakan arah mata angin sebagai petunjuk, biar jadi orang kampung lagi seutuhnya, hehehe…salam kenal
salam kenal juga 🙂