“Neng jamu gak neng?” Barusan lagi di depan laptop menulis beberapa proyek yang belum sempat dikerjakan eh dengar suara seorang wanita yang saya yakin ramah. Jadi inget tentang jamu dan masa kecil deh. Dulu pas kecil, sering banget minum jamu.
Yah pas kecil sih lebih karena dipaksa sama mama buat minum jamu gendong dari Ayu Jamu langganan. Hahaha. Lupa jamu apa ya. Kalau gak salah beras kencur. Saya sendiri mah minum aja. Wong suka sama gula setelah minum jamunya.
Yang Disuka Dari Jamu
Yes, yang saya suka sih cuma gula nya itu. hahahaha. Setelah minum yang pahit (walaupun untuk kesehatan itu bagus tetep aja pahit yakkk), terus kita minum yang manis itu rasanya wahhh banget.
[Tweet “Minum #jamu kayak hidup… ada pahit terus ada manisnya”]
Baca juga: Kisah Hidup Dan Sahabat
Jangan tanya saya manfaat minum jamu bagi kesehatan itu apa, karena jujur banget, saya gak tahu. Belakangan ini jarang minum jamu pula. Tapi mama saya sendiri masih suka mencari jamu. Bulan lalu, mama saya sempat tanya gini:
[Tweet “Kok sekarang gerobak jamu @sidomuncul_corp dah mulai jarang yak?”]
Memang belakangan sudah jarang ketemu warung jamu atau gerobak jamu Sidomuncul yang peduli lingkungan itu di mana-mana sih. Ada… bukannya gak ada, tapi gak sebanyak dulu. Itu kata mama saya. Saat itu dia sedang mencari jamu tolak angin. Mau yang jamu bukan dalam bentuk yang beredar di toko.
Rasanya kalau dulu (kalau gak salah ingat), di warung-warung jamu seperti ini, kita tinggal minum dan yang jualannya itu paham cara menyajikan jamunya biar enak. Kadang ada juga telur kan.
Perkembangan Dunia – Perkembangan Jamu
Jamu itu memang sudah gak seperti dulu. Mbok-mbok ayu penjual jamu sekarang juga dah gak pakai gendongan. Setidaknya di area kos saya sih gitu. Sekarang pakai sepeda, kayak yang minuman biar lancar harus minum dua itu. Botol-botol jamu ditaruh di bagian belakang (box).
Selain itu, saya sendiri pernah baca di blog Blogger Surabaya ini bahwa jamu sekarang dijadikan gelato. Keren makkk. Suka banget saya kalau kayak gitu.
[Tweet “Yang tradisional memang harus naik kelas kokkk… termasuk #jamu ini”]
Tapi tetap sih, di antara perkembangan naik kelas ini, kesan tradisional kadang dirindukan. Seperti yang mama saya bilang, dia pengen yang di warung-warung jamu, walau pinggir jalan, tapi tetep dikangenin.
Harus Hilang?
Apakah memang semua yang tradisional harus jadi kekinian dan kemudian dilupakan gitu aja? Ataukah bisa dikombinasikan dan menghasilkan yang jauh lebih baik lagi? Mengkinikan yang tradisional dan unik menjadi sesuatu yang bisa dibilang sebagai kekinian Indonesia? Well, post Jamu ini bukan post berbayar dan juga hanya #PikiranRandom saya aja sih. 😀
16 Comments
Jamu kesukaanku ya cuma beras kencur. Hahahaha kayak anak kecil ya 😀
Sampai sekarang masih suka minumkah Lia?
Mbok jamunya udah gak pernah lewat :'(
Asli ngena juga buat diperbincangkan, tentang tradisional yang mulai marak dipermak untuk naik level.
Hahaha…. ngena yak. Memang harus naik level kayaknya ya? Menurutmu gimana?
Jamu memang minuman legendaris dari Indonesia, levelnya setara vodka dari Rusia kayaknya mas..hehehe
Hahaha. Sygnya gk setenar itu yakkk.
Pahit dan manisnya jamu juga menjadi kombnasi yang luar biasa. Badan yang awalnya terasa remuk, karena jamu eh, bisa enteng. 🙂
Salam hangat dari Bondowoso..
Benerrrrr banget.
aku juga masih suka bgt minum jamu tapi gak berani tiap hari hehe
Kenapa mbak Non?
Ryaaaannn, tengkyuuu yah, udah di-link back uhuuuuyyy *sujud syukur*
AKu sukaaak jamu kunir asem, beras kencur, temulawak, dll.
Terutama, gelato herbal itu sukaaak pake banget
Ah, jadi pengin ke de boliva deh 🙂
Masama mbak Nurul. Ini kmrn nyari dulu. makanya twit ke mbak tapi gak dibalas. hiks. itu blog mbak gak ada fasilitas search
wahaha, jadi inget masa2 kecil… minum jamu harus dipaksa2 ampe kadang2 dicekokin supaya mau minum 😀
Hahahaha. sama dong kita ya mas. 😀
dari dulu same sekarang masih menjadi penggemar jamuuu. hehehe….
Mantap mas. Jos!