Jatuh cinta, berjuta rasanya. Bener gak? Ada yang tahu lirik lagu itu gak? 😀 Lagu Jadoel sih, tapi saya suka banget (lagu-lagu jadoel yang lebih bermakna dibanding lagu sekarang). Kenapa saya tiba-tiba menulis soal jatuh cinta coba? Masih ingat salah satu postingan yang saya ambil dari blog lama saya (ryanfile.blogspot.com) yang sekarang jadi Pikiran Random? Itu tulisan tentang cinta. Pas nulis itu dulu, mempertanyakan apa sih itu cinta? Sekarang nulis jatuh cinta, apa karena saya lagi jatuh cinta?
Hahahaha, pembukaan lebay dan aneh yak. 😀 Gini, saya nulis ini gara-gara beberapa hari lalu nonton TV Series, Suburgat0ry di Starworld Asia (Indonesia). Episode kemarin itu, Tessa ketemu dengan seseorang yang sangat mirip, secara karakter dan kebiasaannya dengan dirinya. Keduanya pun jatuh cinta(?) dan pacaran. Setiap ketemu, mereka saling melengkapi kalimat satu sama lain, terus juga memiliki kebiasaan makan yang sama dan lainnya.
Jatuh Cinta Pada Siapa?
Ada bagian narsis-nya, ada bagian di mana kita jatuh cinta pada diri kita sendiri. Pertanyaannya, seberapa besar sih kita mencintai diri kita sendiri? Apakah sampai pada level yang mencari orang yang benar-benar setipe dengan kita sebagai pasangan hidup kita pada akhirnya? Ataukah pada level standard atau biasa saja? Cuma diri kita sendiri yang bisa menjawabnya kan.
Seperti pada cerita di serial itu, pada akhirnya Tessa pun merasakan bahwa mencintai pria itu sama artinya dengan mencintai diri sendiri yang pada akhirnya membuat dirinya sendiri eneg. Gak enak bersama seseorang yang sangat mirip dengan dirinya itu.
Perbedaan itu Nyata dan Menyenangkan
Nah, setidaknya itu sih yang saya pelajari, bahwa dalam mencintai, sama seperti juga dalam hidup di Indonesia tercinta ini. Penuh keragaman, bukan dalam kesamaan. Saya sendiri sih membayangkan kalau semua orang sama, seragam, rasanya itu membosankan kali ya. Keberagaman itu yang membuat kita jadi semakin senang bersama yang lainnya. Walau sayangnya banyak juga yang merasakan perbedaan ini sebagai sesuatu yang menyebalkan dan perlu disamakan.
Yah, memang nyatanya perbedaan itu nyata di mata kita kok. Nyata banget di dalam hidup ini. Bahkan si kembar sekali pun memiliki perbedaan dalam cara pandang dan cara berpikir. Coba kalau semua berpikir hal yang sama, apa gak mudah banget tuh bagi marketing menjual semua barang mereka? Karena sudah tahu tata cara berpikir calon konsumen mereka? Gak perlu lagi deh nulis syarat dan ketentuan berlaku kecil-kecil, ya gak?
Balik lagi ke masalah cinta, apakah memang perbedaan itu gak bikin orang yang saling mencintai itu semakin menyenangkan? Dalam bayangan saya sih, ya sama seperti yang dialami Tessa, bakalan tahu persis apa yang dilakukan si dia setiap hari dan apa yang akan dibicarakan. Tapi kalau gak sama, kan bisa saling bertukar pikiran setiap ketemu.
Bahkan ada yang bilang kalau pertengkaran dalam percintaan itu adalah bumbu yang bikin pasangan semakin dekat. 😀 Kalau kata Inul, seperti sayur asem tanpa garam sih, padahal kalau menurut saya, sayur asem tanpa garam masih mendingan daripada sayur asem tanpa asem. 😛 Ngelantur kan… ya intinya sih menurut saya pribadi, perbedaan dalam cinta itu rasanya menyenangkan.
Bikin perjalanan cinta jadi semakin hidup aja rasanya. Entah sih kalau menurut kalian gimana. Ini cuma lagi pengen ngerandom soal cinta lagi aja. Udah lama gak ngerandom.