Beberapa waktu lalu saya ada share soal gimana Yolanda Hadid nampar saya terkait ngeblog. Gimana caranya menjadi blog yang menonjol dan diingat orang? Udah baca belum? Kalau belum monggo loh dibaca dulu. Salah satunya yang saya tulis di sana adalah dengan bersuara.
Blog itu menjadi unik dan beda karena diperkenankannya kita mengeluarkan suara kita sendiri. Gak seperti dalam media online. Namun… gimana kalau kita kehilangan suara kita dalam ngeblog?
Kita melupakan bahwa kita bisa mengeluarkan opini kita dalam blog kita – eh tapi tetep harus bertanggung jawab ya. Kita hanya menuliskan event report bahkan menggunakan yang tertulis dalam press release. Mirip kayak media online. Jadi apa bedanya kita – blogger – dengan media itu?
Apa yang terjadi kalau kita – sebagai blogger – kehilangan suara?
Bisa Bersuara itu Menyenangkan…
Ada satu episode menarik dalam serial kesayangan saya – Grey Anatomy. Di episode ini, Meredith Grey dipukul oleh pasien hingga harus dirawat berbulan-bulan. Selama dirawat itu, dia tidak bisa ngomong. Percayalah, kalau dalam posisinya yang gak bisa bersuara itu, gak menyenangkan sama sekali.
Dia hanya tidur, duduk di atas kasur di ruang inap. Melihat rekan kerjanya semua datang dan bekerja. Padahal, dia ini orangnya talkative. Walaupun kadang dia tak beropini, namun dia akan bersuara di saat yang tepat pada orang yang dituju.
Kehilangan suara membuat Meredith Grey merasa sesak dalam dadanya. Itu setidaknya yang saya tangkap dari gesture tubuhnya selama dirawat. Hingga akhirnya dia bisa bersuara kembali – dia terlihat lebih tenang.
Jangan Abaikan Suaramu…. You Don’t Know Till Its Gone
Nah… sejak Jumat kemarin, saya pun mengalami seperti Meredith. Gak bisa bersuara karena sakit. Ada sih sebenarnya suara itu. Dikit. Serak-serak basah gitu.
Seksih deh pokoknya. Ya tapi gak enak aja rasanya. Ngomong ke orang harus berulang-ulang karena ndak jelas. Kan makin capek. Ibarat peserta The Voice aja sih.
Ajang pencarian bakat ini beda dari yang lain karena konsepnya di mana para peserta hanya didengar berdasarkan suara. Dalam waktu 3 menitan, mereka harus bisa menggaet para mentor untuk membalikkan kursi mereka. Hanya dengan suara mereka.
Saya suka ajang pencarian bakat yang ini karena memang tidak mengutamakan penampilannya, hanya suara itu. Bukan hal mudah juga kan buat para pesertanya.
Meyakinkan para mentor dengan suara mereka. Kalau mereka sangat gugup, bisa jadi suara mereka tidak keluar dan mentor tidak akan membalikkan kursi dan memilih.
Kebayang kan gimana rasanya kalau kehilangan suara dalam kondisi mereka ini? Gimana kalau kita sebagai blogger kehilangan suara kita?
Kalau Blogger Kehilangan Suara
Kita kehilangan suara dalam setiap tulisan kita. Karena kita sudah pindah fokus. Bukan lagi pada menyampaikan apa yang penting bagi kita tapi pada hal lain.
Saya memahami kok kondisi di mana blogger yang sudah mulai monetasi blog – apalagi yang mengandalkan penghasilan dari sana – gak ada penghasilan lainnya.
Been there – and done some mistakes. Kesalahan dalam ngeblog yang gak saya banggakan – tapi terjadi.
Demi sejumlah uang – biar bisa tetap hidup – semua saya ambil dan jalankan. Gak peduli tentang apa dan apa isi pikiran saya. Yang penting dapet.
Call me idealist
Tapi saya sendiri lebih suka baca blog yang ada personal touch dari si penulisnya. Kalau mau baca semacam berita (baca: press release), saya lebih baik baca media online langsung. Gak cari blogger.
Terus saya pun ingat kata seorang blogger yang saya kenal:
Kita Dibayar – Jadi Tulis yang Baik-Baik Aja
Anonim
Ini sangat bertentangan sama apa yang ada dalam benak saya. Dalam menulis review produk, sekalipun kita, sebagai blogger mendapatkan sesuatu – entah uang atau barang – kayaknya ndak harus kayak gitu.
Apalagi kalau yang kita mau review itu sudah ramai di luaran dengan hal-hal negatif.
We – bloggers – have the power to say something. What we thought about it.
Cari info lebih dan menuliskannya dengan cara yang baik – bukan hanya mengkritik tapi juga menyertakan saran atau masukan.
Bagi saya, inilah sebenarnya tanggung jawab blogger – sama halnya seperti menyuarakan Gerakan Anti Hoax – bukannya turut menyebarkan hoax gitu aja. Termasuk dengan bertanya ketika ikut pelatihan – ini juga sebenarnya bagian dari gerakan anti hoax kan?
Menjadi Suara Netral
Kita sebagai blogger itu punya tanggung jawab lebih – terutama ketika kita sudah engage dengan brand tertentu.
Bukan lagi masalah kita menyampaikan apa yang diberikan brand saja. Namun juga menyampaikan apa yang manjadi “permasalahan” di masyarakat.
Hal yang sama juga jika kita bertindak sebagai buzzer atau influencer atau apalah namanya.
Jika sebelumnya kita koar-koar mempertanyakaan produk, begitu dibayar kok langsung mingkem? Apakah memang sebesar itu saja “harga seorang dirimu”?
to whom it may concern
Jika memang kita tidak bisa menjadi suara netral lagi hanya karena “bayaran”, saya sih yakin, kalau kita hanya menunggu waktu.
Iya… menunggu waktu untuk tidak dipercaya lagi.
Entah oleh pembaca blog kita (ataupun follower kita) maupun oleh brand untuk menyampaikan pesan produk.
Nanti kalau sudah kehilangan suara itu pun… kita baru akan ketar ketir. Which is bit too late.
Percaya Deh… Kehilangan Suara itu Gak Enak
Yang ada kita gak bisa menyampaikan apa yang seharusnya tanpa suara kita. Bahkan beberapa hari ini saya harus “berteriak” agar didengar.
Kebayang kan kalau Bogger juga kehilangan suara? Berteriak-teriak pun masih belum dilirik.
15 Comments
Ini menohok, “cuma sebesar itukah hargamu?”
UUD ya mas. Ujung-ujungnya ya…duit.
Jangan. Jangan jadi begitu.
Haduhh.. maafkan mbak kalau menohok ya….
Mari jangan sampai kehilangan suara ya mbak
Jadi ingat komen seorang blogger senior yang bilang itu menulis yang seperti itu sampai bisa dikendalikan bagaikan menjual jiwa sendiri. Banyak tulisan yang dulunya bagus berakhir jadi kehilangan nyawa. Tajam sih. Tapi mungkin di sisi lain ada benarnya…
Jadi ingat komen seorang blogger senior yang bilang menulis yang seperti itu sampai bisa dikendalikan bagaikan menjual jiwa sendiri. Banyak tulisan yang dulunya bagus berakhir jadi kehilangan nyawa. Tajam sih. Tapi mungkin di sisi lain ada benarnya…
wah komen siapa tuh. kondisinya sih kayaknya spt itu ya. mulai kehilangn suara itu sendiri. kehilangan nyawa. aku pun gak mungkiri juga kadang merasa tulisanku spt itu.
Postingannya di waktu yang tepat banget ini Mas, buat self reminder aku juga nih. Setuju semua ama yg di post ini, azeg 😀
Tepat kenapa Nia?
Ini juga nulis sebenarnya self reminder sendiri juga sih. hehe
Sebagai blogger yang memang gak pernah (eh jarang ding) di endorse, alhamdulillah masih agak2 selektif sik. Apalagi kalau disuruh menulis ‘yang bagus-bagus’.
aku komen bilang ‘selektif’…lah padahal yang mau dipilih2 aja gak ada yak
ahahhaha
😀
btw…..kok beberapa bagian acak2an mas tulisannya. Efek guttenberg2 itu kah?
Iya mas, ini lg pakai guttenberg. masih coba2. berantakan yg di mananya mas? yg bagian colom ya.
Syukurlah kalau masih selektif….
Puji Tuhan mas masih ada yg minat sm kita ya… 😀
Makasih remindernya. Masih kok punya suara, enggak kehilangan suara. Kadang-kadang menyuarakan suara pihak lain, kalau ada yang mau titip suara siiih.
Hehe…
Hahahaha. Noted banget itu mbak. hehehe.
Salam kenal mas. Terus-terang saya belum pernah mengalami ini karena belum pernah endorse dan dibayar. Sejauh ini baru berani jualan barang sendiri di blog atau jualan afiliasi produk yang dipakai sendiri aja.
Salam kenal mbak Vani.
Wah. sudah ada jual barang sendiri ya? ke TKP ah.
Moga gak sampai kehilangan suaramu mbak.
Mantaff Feb, menjelang Pemungutan Suara nanti jangan sampai suara kita hilang ya.. bisa berabe apalagi kalau diambil orang.. hiii serem.
kapan nih mau ngajarin ngeblog supaya bisa diendorse…
Mau kapan ayo?