Ah… sudah lama ya tidak posting tulisan di sini. Apalagi tentang kehidupan selama di negeri tetangga (jauh) ini. Bukan apa-apa tapi setibanya di sini, kerjaan sudah menanti dari hari ke hari. Bahkan saya hanya tinggal di ibukota negeri ini, Monrovia, selama 2 setengah hari pada saat awal tiba. Pada hari Sabtu malam saya sudah tiba di Monrovia.
Langsung tidur saat itu karena memang capek luar biasa perjalanan dari Jakarta ke Monrovia ini. Minggunya, saya bangun agak siang. Dan masih terpengaruh beda waktu yang cukup panjang sepertinya jadi saya masih merasa mengantuk. Hari Senin, hari pertama saya di kantor baru yang terletak di tepi pantai ini. Menyenangkan sih (seharusnya) kantor dekat dengan pantai buat saya yang suka sekali pantai. Tapi… nyatanya, pada hari kedua, saya sudah harus berangkat ke pelosok, menggantikan orang yang sedang cuti guna memastikan semua transaksi tetap berjalan baik.
Dan setelah hampir dua bulan di pelosok (3 kali pindah tempat), saya pun kembali ke Monrovia. Dan kembali ke kantor tepi pantai ini. Tapi pekerjaan kembali menanti dengan segala permasalahan yang ada. hahahaha….
Ok… di sini saya tidak ingin bercerita tentang pekerjaan kok. Tapi ingin membicarakan Liberia secara umum dari apa yang saya lihat dan dengar dari sekeliling saya.
Pada dasarnya Liberia memiliki 2 (dua) musim sama seperti Indonesia, musim kemarau dan musim hujan. Bedanya adalah…. Kalau sudah musim hujan, hujan yang turun tidak hanya dalam jumlah sedikit. Jika dibandingkan dengan hujan besar di Jakarta, mungkin hujan derasnya bisa 2-3 kali. Sampai saat ini memang saya belum merasakan yang namanya banjir, tapi menurut beberapa rekan kerja (terutama yang di perkebunannya) kalau hujan besar sekali, banyak jalan rusak dan bahkan beberapa sungai akan meluap.
Liberia adalah negara yang sudah merdeka lebih dari 100 tahun, lebih lama dari Indonesia loh, tapi keadaannya saat ini sangat jauh dari Indonesia itu sendiri. Perang saudara yang terjadi telah membuat negeri ini ke dalam kemunduran yang sangat menyedihkan. Salah satunya dapat dilihat dari tak adanya listrik di negeri ini. Semua menggunakan genset sebagai tenaga listrik. Tiang listrik memang ada di sepanjang jalan, namun hanya sebatas tiang saja.
Lebih menyedihkan lagi adalah melihat bagaimana mereka yang berada di pelosok, tidak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka. Pendidikan salah satu yang menurut saya paling penting dalam sebuah negara, menjadi satu hal yang sangat sulit didapatkan.
Namun, kalau melihat orang-orangnya, kalian kan terkejut, bagaimana mereka sangat berpikir ‘maju’ tentang teknologi. Rata-rata mereka sangat sadar akan internet dan juga gadget yang canggih. Bagi saya, hal ini agak ironi sih. Karena melihat kondisi negara yang tanpa listrik, rata-rata semua orang di sini menggunakan handphone canggih. Bahkan beberapa rekan yang ke sini dan membawa gadget yang lebih canggih, akan mendapatkan tawaran atas gadgetnya itu.
Kemudian jika melihat juga kehidupan ‘nongkrong’ mereka di sini, memang kebanyakan dari mereka tidak merokok, namun meminum minuman alkohol di sini adalah hal yang sangat lumrah. Kalau bicara mengenai hal ini, saya merasakan betapa kentalnya budaya America yang ditanamkan di negara ini, mengingat dulu America memang berkuasa di sini. Bahkan dapat kita lihat dari bendera kebangsaan mereka. Liberia dan America memiliki bendera yang sama, bedanya Liberia hanya punya satu bintang saja.
Salah satu yang unik di sini adalah taksi. Taksi di sini jangan dibandingkan dengan taksi di Indonesia. Saat kita hentikan taksi di Indonesia, kita tentunya sudah biasa dengan kondisi taksi yang cuek bebek karena sudah ada penumpangnya di dalam. Tapi di sini, jika kita hentikan taksi, justru yang sudah berisikan orang pun akan berhenti. Satu taksi, maksimimal dapat memuat sekitar 5-6 orang sekali jalan. Jadi kalau masih belum penuh, bisa saja saat kita sudah di dalam taksi, taksi itu akan berhenti dan mengangkut yang lain lagi.
Ah… mungkin itu dulu ya… entah kenapa belakangan ini masih agak lama kalau ingin menulis sesuatu dan bingung… help me…