what it would be if i have to live my life without you…. – random thought
Siapa yang dengar soal virus Ebola yang melanda beberapa negara di Afrika belakangan ini? Sebenarnya virus ini bukanlah virus baru. Dulu pernah juga ada beritanya. Dulu sih cuek pas dengar beritanya. Tapi sekarang, agak khawatir sih. Gimana gak, sekarang ini tinggal di Afrika, bahkan negara saya tinggal sekarang ini juga termasuk yang dilanda. Walaupun county (propinsi) yang terkena wabah masih cukup jauh dari tempat sekarang tinggal, kekhawatiran itu masih tetap ada.
Saya tidak ingin bicara soal virusnya. Tapi kejadian ini justru membawa pikiran saya ke waktu lampau. Dan saya cukup kaget sih dengan pikiran saya ini. Karena kalau dipikir-pikir, sering sekali saya merasa khawatir di dalam hidup saya. Khawatir akan nilai ujian yang tidak seperti diharapkan. Khawatir tidak dapat beasiswa yang saya idamkan. Khawatir tidak mendapatkan pekerjaan yang saya ajukan dan lainnya.
Kalau dihitung, seberapa sering kalian juga merasa khawatir? Apakah kurang dari 10 kali selama hidup ini?
Mungkin gak kalau kita hidup tanpa kekhawatiran sedikitpun, apapun yang kita lakukan, kita tak perlu deg-degan lagi di dada ini?
Setiap orang pasti punya kekhawatiran masing-masing. Saya yakin itu. Ibu khawatir saat anak-anaknya ada yang sakit. Ayah khawatir saat anak gadisnya keluar pertama kali bersama seorang pria. Pelajar khawatir nilainya jelek. Pacar khawatir pacarnya direbut orang. Pekerja khawatir kena PHK dan lainnya.
Dan menurut pendapat saya pribadi yang bukan psikolog ataupun sejenisnya, khawatir dalam hidup itu wajar. Menurut saya lagi, kalau hidup tanpa kekhawatiran itu rasanya akan jadi aneh. Datar… tak ada rasa apa-apa gitu. Kalau kata Inul kayak sayur asem tanpa garam (bener gak ya liriknya). Khawatir dalam hidup itu adalah bagian tak terpisahkan.
Kekhawatiran itu justru membuat kita semakin hidup dan semakin menyadari kehidupan itu sendiri dengan lengkap. Bingung ya? Agak bingung juga sih saya menulisnya. Oke… misalnya gini. Kalau kita gak khawatir soal nilai jelek, mungkin kita akan cuek dalam belajar dan akhirnya benar-benar nilainya jelek.
Jadi ya… khawatir dalam batas wajar itu sangat penting dalam hidup. Yang penting dan perlu digarisbawahi adalah batas wajar itu tadi. Misalnya lagi, ayah khawatir akan anak gadisnya yang mulai pacaran akan kenapa-kenapa dan akan bablas pacarannya. Karenanya dia melarang anak gadisnya itu keluar dan bergaul, seperti apa kehidupan anak gadisnya itu nanti? Ini bukan batas wajar.
Salah satu sifat dasar manusia juga adalah semakin dilarang akan semakin penasaran. Jadi kalau misalnya takut pacar jelalatan ke orang lain, sampai akhirnya pacarnya itu dilarang ini itu, apakah gak mungkin pacarnya itu akan sembunyi-sembunyi melakukan apa yang dilarang itu? Dan mungkin akan lebih bahaya kan karena sembunyi-sembunyi itu, akhirnya jelalatannya jadi ruar biasa.
yah… inilah batas kewajaran yang saya maksudkan… khawatir boleh tapi jangan berlebihan. Jangan sampai jadi paranoid yang akhirnya akan melukai diri sendiri. Kenapa gak mencoba mengatasi kekhawatiran itu dengan cara yang lebih positif?
Misalnya… kalau khawatir tak dapat kerja yang diidamkan, mulailah dengan membuat rencana dari sekarang, apa jenis pekerjaan yang diinginkan, kualifikasi apa yang tepat untuk pekerjaan itu – mulailah memenuhi kualifikasi itu satu demi satu. Apakah nantinya masih gak akan dapat pekerjaan itu sendiri?
Jadi… mungkinkah hidup tanpa kekhawatiran?