Film 9 Summers 10 Autumns ini adalah film yang diangkat dari sebuah buku. Seperti apa review film 9 Summers 10 Autumns ini? Apakah memang bagus untuk ditonton – sebuah film Indonesia loh.
Sekilas Tentang Film 9 Summers 10 Autumns (The Movie).
Sebuah film yang diangkat dari sebuah novel biografi karya Iwan Setyawan dengan judul yang sama. Merupakan sebuah kisah perjalanan hidup Iwan Setyawan dari kecil hingga menjadi orang sukses.
Untuk buku ini sendiri, saya pernah membuat review secara tidak langsung dalam postingan saya tentang Ibu. Karena bagi saya, buku ini mengangkat tema ibu secara detail dan indah.
Hmmm. Agak berat bagi saya untuk menilai film yang dibintangi Ikhsan Taroreh ini (lihat trailernya).
Sinopsis Film
Kisahnya sama seperti novelnya, mengisahkan kisah Iwan Setyawan, yang dipanggil Bayek sejak kecil hingga akhirnya mendarat di New York, Amerika Serikat.
Kisah Bayek yang bukanlah lahir dari keluarga mampu, bahkan cukup pas-pasan (ayahnya adalah seroang supir angkot di kota Malang) sungguh menarik.
Bagaimana dirinya mampu menjaga semangat dalam dirinya untuk terus belajar dan belajar hingga akhirnya mampu kuliah di IPB dan bekerja di sebuah perusahaan idaman.
Bahkan hingga sampai akhirnya berhasil melangkah ke Big Apple itu. Karena itulah, subtitle buku ini Dari Kota Apel ke Big Apple. Hal inilah yang menarik dalam buku itu. Bagaimana perjuangan Bayek dan keluarga hingga bisa memenuhi impiannya itu.
Review Film 9 Summers 10 Autumns
Yang membuat saya berat menilai film ini adalah karena saya merasa film ini tidaklah segreget novelnya itu sendiri.
review film 9 Summers 10 Autumns – jika dibandingkan dengan bukunya.
Jika dalam buku novel itu, terjadi pergolakan yang sangat ditonjolkan penulis dengan menampilkan tokoh Bayek kecil dalam kesehariannya di New York, dalam film ini, justru pergolakan itu tidaklah ditonjolkan.
Sedangkan bagi saya pribadi, pergolakan batin di antara si kecil dan dewasa inilah yang membuat novel itu begitu berwarna.
Nikmat membaca pergolakan demi pergolakan yang dialami Bayek.
Ini tidak didapatkan dari film – sedih makanya membuat review film 9 summers 10 autumns ini. padahal secara nilai bagus banget, tapi ya gak maksimal.
Hingga akhirnya melepaskan pekerjaannya sebagai salah satu Direktur di sebuah perusahaan survey internasional.
Mungkin ekspektasi saya yang cukup tinggi atas film ini yang membuat akhirnya saya agak kecewa dengan filmnya. Dalam benak saya, film ini akan mengetengahkan dialog Bayek secara intensif.
Hingga akhirnya Bayek mengambil keputusan untuk kembali ke kampung halaman, meninggalkan kehidupan dan pekerjaan di New York yang cukup diincar banyak orang.
Kehilangan Roh dalam Film
Dan dari dialog-dialog internal itulah, kita dapat menarik semangat hidup Bayek untuk meninggalkan kemiskinan dan membahagiakan orang tuanya sehingga akhirnya mampu membawanya ke sebuah tingkat pendidikan tinggi itu.
Hal ini yang menurut saya kurang diangkat dalam filmnya dan tidak membawa kita (para penonton) pada kesimpulan inti film itu.
Padahal inti film ataupun buku ini adalah menginspirasi kita semua agar terus berusaha mengejar mimpi kita.
Tak ada yang mustahil dalam hidup ini bila kita memang berusaha.
Secara keseluruhan, film ini saya berikan rating 3 bintang dikarenakan kekecewaan yang saya dapatkan saat menonton film ini, seperti yang saya sampaikan di atas.
Beberapa penonton di sekitar saya bahkan sudah keluar bioskop sebelum film ini selesai. Jika saja, dialog antara Bayek kecil dan dewasa lebih banyak, mungkin akan lebih menarik.
Review Film 9 Summers 10 Autumns
- Alur/Plot
- Visual Efek
- Akting
Ringkasan Film 9 Summers 10 Autumns
Sebenarnya, film ini bisa jadi film yang bagus banget. Diangkat dari buku 9 Summers 10 Autumns yang merupakan kisah nyata perjuangan Iwan Setiawan. Sayangnya film ini kurang maksimal dalam eksekusinya.
blom nonton, udah baca sih..
bukunya gimana mba? suka ga?
bukunya ga sukaaaaa..
gak suka kenapa mba?
terus dah baca buku keduanya gak mba? Ibuk judulnya, saya sih lebih suka Ibuk ini.
iya suka yang ibuk.. bukubukunya sudah semua daku review di empi.. huh, bubar aja tuh empi.. blom sempet selametin hasil review..
agak lebai sih buku ini..
kalu film ku jarang nonton kecuali ada teks, kan kuping ga denger dengan baik..
*toss* dulu dong mba… 😀 kesukaannya mirip nih. hehehe
yah… sayang banget reviewnya gak terselamatkan.
untuk Ibuk, kayaknya saya malah belum review. hehehehe.
lebai ya?
lebai-nya gimana mba? *penasaran buat penelitian juga sih*
ntar ku review aja lagi.. biar ketahuan lebainya dimana.. tapi sudut pandang aja kali ya beda..
asikkk ditunggu loh mba.
suka baca review buku. karena sudut pandang review bisa beragam banget… 😀
sayangnya asmie bukan penggemar pilm lokal *maap* karena terkadang ceritanya terlalu dipaksakan, bukan asmie tidak cinta produk dalam negeri, entahlah klo disuruh milih ya mending pilm yang bikin greget -khan sama2 keluar duit buat tike 😀 –
Saya sih tetap suka film lokal. Tapi memang jarang yang bermutu. Bisa dihitung dg jari.
Bg Ryan terimakash reviewnya,saya sering lihat buku ini di gramedia stlah baca review na jadi tertarik ingin beli hehe
Wah. Jadi niat beli ya.
Lebih recommend yg ibuk sih sebenernya.
kalau bukunya sih menurutku rada datar yah. kurang gimana gitu
Wah. Datar ya.
Bisa bosan nonton filmnya dong.
klo yang saya baca di review2 sih katanya filmnya lumayan bagus malah
Wah kebalikan dari saya dong ya
subjektif sih klo soal penilaian itu. hehe
iya. kesukaan beda2. 🙂
Aku juga pernah review buku ini loohh maass..
Hmm… Sebenernya aku juga kurang berasa greget pas baca novelnya mas. Kalau filmnya belum nonton, dan ngga tau akan nonton/ngga.
Reviewnya dmn utie? Coba dong. Mau baca.
Coba deh ntn. 🙂
review abal2 kok mas, cari aja di menu koleksi buku, atau di list tulisan aku (di sidebar) judulnya 9 summers 10 autumn juga
ke tkp