Siapa sih yang tak kenal dengan nama Lukman Sardi? Begitu banyak film yang dia sudah bintangi, seperti yang terakhir saya nonton 7 Hari 24 Jam dan yang memorable salah satunya adalah Rectoverso, yang masuk dalam list film yang saya suka.
Film ini, seperti judulnya, berkisah tentang apa yang terjadi di 1998 lalu. Kerusuhan Mei 98. Masih ingatkah? Kenapa Lukman Sardi mengambil film ini sebagai film pertamanya sebagai sutradara?
Berikut cuplikan wawancaranya yang saya dapatkan di cineplex21.com terkait alasan membuat film Dibalik 98 ini:
“Banyak jendela untuk melihat suatu peristiwa. Kita kan hanya melihatnya kerusuhan, tetapi film ini lebih mengangkat konflik drama dan keluarga. Mereka itu yang terlibat kerusuhan, juga punya keluarga, punya kehidupan, punya kisah percintaan.
Itulah yang coba divisualisasikan di film ini namun tetap dengan latar peristiwa 98 itu,” ujar putra dari Idris Sardi tersebut di acara Ramah Tamah Media Dibalik 98 di Hanamasa, Mahakam, Jakarta Selatan, Kamis (18/12) malam.
Plot/Cerita Film Di Balik 98
Kalau mau tahu sinopsis film ini lebih detail, klik link judul di atas ya. Kalau kita mendengar Mei 98 itu, pasti banyak peristiwa yang berlarian dalam ingatan kita. Sebagian besar dari kita pasti memiliki pengalaman mengenai waktu itu. Karena itulah, film ini tidak mengambil secara keseluruhan. Film ini berfokus pada beberapa tokoh saja.
Adalah Diana (Chelsea Islan), seorang mahasiswi Trisakti yang turut prihatin dengan keadaan Indonesia kala itu. Kurs yang melonjak dengan sangat tajam (dari Rp 2,500 – 16,000), ikut dalam demo yang diselenggarakan di kampus itu.
Dia bersama dengan Daniel (Boy William), pacarnya, ikut serta dari awal di kampus Trisakti hingga akhirnya turun ke jalan yang berakhir dengan meninggalnya 4 mahasiswa.
Kisah mereka dan yang di sekitar mereka berdua inilah sebenarnya yang diangkat, yaitu tentang kakak iparnya, Bagus (Dony Alamsyah) dan istrinya (Ririn Ekawati). Bagus bekerja sebagai anggota ABRI sedangkan Salma, sang kakak – istrinya Bagus, adalah petugas Istana Negara.
Bahwa adanya kontradiksi di mana Diana terlibat dalam demo sedangkan sang kakak dan ipar bekerja pada pemerintahan, sudah terlihat dari awal film. Salma yang sedang hamil berusaha membujuk Diana untuk tidak ikut dalam demo, bahkan sempat menghasilkan pertengkaran dengan Bagus.
Berbeda dengan Diana, Daniel adalah warga keturunan Tionghoa yang sejak kecil sudah tinggal di Jakarta (bahkan ayahnya juga dilahirkan di sini). Sudah tahu dong kalau warga keturunan saat kerusuhan saat itu menjadi target. Termasuk Daniel dan keluarganya, hingga akhirnya mereka harus meninggalkan Indonesia. Daniel kembali ke Indonesia di tahun 2015, karena sang ayah memintanya untuk menaburkan abu jasadnya di tempat dia dilahirkan.
Di saat kerusuhan terjadi, Diana termasuk yang berada di barisan depan. Karenanya Salma merasa khawatir hingga akhirnya mencoba menyusulnya. Namun karena kerusuhan itu, dia diturunkan di tengah jalan. Dan mengalami kerusuhan itu di depan matanya. Bahkan dia melihat tindakan pemerkosaan tanpa bisa berbuat apapun hingga akhirnya dia pingsan.
Review Film Di Balik 98: Mencoba Memahami Kerusuhan 98 yang Menakutkan
Film ini juga menampilkan sederet bintang film yang tidak tanggung-tanggung untuk memerankan tokoh-tokoh pemerintahan saat itu. Presiden Soeharto, Habibie, Wiranto, Yudhoyono, dan lainnya.
Di antara ini semua saya kagum dengan akting pemeran Soeharto dan Habibie (saya tidak tahu nama aktor yang memerankan). Mereka menampilkan kedua tokoh ini dengan baik.
Soeharto jarang berdialog (kecuali saat-saat terakhir film), namun kita merasakan apa yang ada dalam hatinya lewat gerakannya. Habibie, semua karakter dari mantan Presiden ke-3 kita ini ditampilkan dengan baik.
Kemudian ada juga dua tokoh yang sepintas lalu bukanlah tokoh yang akan diingat orang.
Seorang pemulung dengan anaknya. Pemulung ini ada di tengah-tengah demo. Mencerminkan kalangan bawah yang sebenarnya tidak memahami terlalu banyak tentang apa yang terjadi di dunia perpolitikan kita.
Dalam satu adegan, saat mahasiswa baru mau menuju gedung DPR-MPR dan dihadang ribuan polisi, dia berkata pada anaknya:
Mungkin sedang ada yang ulang tahun Nak. Kita tunggu saja, kita akan dapat nasi kotak.
Inilah kenyataannya. Banyak orang yang sebenarnya tidak memahami apa yang sebenarnya diributkan. Namun mereka “diperbudak” dengan kata demi kata sehingga mudah diprovokasi dengan iming-iming tertentu. Menyedihkan sih tapi inilah kenyataannya.
Hal ini diangkat oleh Lukman Sardi dengan apik. Namun dengan ending menyedihkan bagi sang rakyat jelata. Tentunya kalian gak mau spoiler kan karenanya saya tidak menyebutkan endingnya di sini.
Bagaimana dengan Diana, Daniel, Bagus dan Salma? Happy ending? Saya bisa bilang bahwa endingnya cukup happy.
Kisahlah Inti dari Film Ini
Secara akting di antara ke-4-nya, saya suka dengan Chelsea di sini. Di film Merry Riana, dia memerankan juga salah satu “korban” kerusuhan. Di sini dia menampilkan dirinya yang tak bermake-up ria (gak ada iklan untungnya di film ini) dan berlari-larian. Kenapa saya suka akting dia di sini? Karena akting yang lainnya bagi saya kurang. Hahaha…
Yang saya suka banget sebenarnya adalah kisahnya. Bagaimana Lukman Sardi ingin menunjukkan bahwa di antara orang-orang yang terlibat kerusuhan itu, masih ada orang baik di antaranya.
Masih teringat dalam benak saya, ketakutan yang saya alami bersama keluarga karena kami keturunan Tionghoa. Saat itu saya masih duduk di kelas 2 SMEA.
Pulang dari sekolah, sore itu, sangat takut rasanya. Walau sekolah dekat rumah, namun dalam perjalanan saya juga takut. Apalagi belum tahu di mana kakak perempuan saya saat itu, mama yang sedang bekerja di Kebayoran, koko yang juga kerja. Cici dan koko pulang jalan kaki. Untungnya teman kantor mereka baik, menemani mereka hingga dekat rumah.
Di film ini, apa yang dialami keturunan Tionghoa digambarkan tidak secara gamblang dari sisi Daniel dan juga apa yang disaksikan Salma. Bagaimana Salma sebenarnya ingin menolong dan sudah mencoba menolong. Akan tetapi tak berdaya menghadapi para lelaki itu, apalagi dia sedang mengandung saat itu. Kebaikan dari sisi antar umat di Jakarta ditunjukkan dengan indah oleh Lukman Sardi.
Saya yakin dia sengaja menampilkannya karena ingin mengatakan bahwa tidak semua bisa digeneralisasi. Umat muslim (dan pribumi – kata yang sangat didengungkan saat itu) masih ada yang peduli, tak melihat suku, ras, agama. Keluarga Daniel dan Daniel diselamatkan oleh salah satu dari mereka. Dan Salma yang pingsan, diselamatkan oleh seorang nenek keturunan Tionghoa. Inilah nilai yang membuat saya terharu.
Dan nilai lain yang ingin diangkat Lukman Sardi dalam film ini adalah bahwa reformasi yang didengungkan saat itu seakan tak ada artinya saat ini. Seberapa yang kita sudah berhasil reform dari kondisi saat dulu? Masih banyak yang perlu diperbaiki dan nilai reformasi yang didengungkan dulu berubah maknanya. Ini yang ditunjukkan dalam adegan ending film ini.
Secara keseluruhan, saya memberi film ini 3,5 dari 5 bintang.
Bagi yang mau menonton, berikut saya pasang trailer film ini yang saya dapatkan dari Youtube.
Ringkasan Review Film Di Balik 98
Kerusuhan Mei 1998… ini yang coba diangkat oleh Lukman Sardi dari balik lensanya. Dia menjadi sutradara film Di Balik 98 ini bukan tanpa alasan. Sebuah film yang dirasa menjadi bagian tak terpisahkan bagi warga Indonesia. Bagaimana dan apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Lukman Sardi melalui film ini?