Disclaimer: Seperti dalam posting tentang Review Film lainnya, Review Film Everest kali ini pun adalah masalah preferensi saya terhadap film yang saya tonton ya. Mungkin sama, mungkin berbeda.
Weekend lalu sempat diskusi dengan seorang teman dan saya sendiri merasakan, sampai saat ini saya belum menemukan standard dalam membuat review film agar lebih objektif.
Saya menonton film ini sebenarnya dadakan, karena diajak sama teman kos yang juga teman galau dan teman pantai. Sabtu kemarin, setelah ketemu dengan salah satu admin BEC yang suka jalan-jalan itu, saya dan teman saya ini ke Hollywood XXI (saya lupa kapan terakhir nonton di bioskop satu ini). Dengan kekuatan Go-Jek, saya pun muter-muter dulu ke daerah Mega Kuningan dan akhirnya ke ramainya bioskop satu ini.
Plot Film Everest 2015
Kedua kelompok ekspedisi ini saling menolong dalam menghantarkan kelompok yang mereka pimpin untuk sampai di puncak gunung tertinggi ini.
Dengan kondisi alam yang tidak bersahabat, kedua kelompok ini berhasil membawa tim mereka ke puncak (walau tidak semua) ditambah lagi dengan persediaan oksigen yang tidak sesuai perencanaan, perjalanan ini berakhir dengan kehilangan setidaknya 8 kematian (sumber: Wikipedia – Into The Thin Air).
Cast Film Everest 2015
Film ini sendiri disutradarai oleh Baltasar Kormakur, sineas kelahiran Islandia yang sudah terkenal sebagai aktor, sutradara, produser dan juga penulis beberapa film lainnya, antara lain adalah film 2 Guns (2013) dan Contraband (2012).
Dengan bintang utama Jason Clarke (yang merupakan bintang dalam film Terminator Genisys sebagai John Connor) yang berperan sebagai Rob Hall, Jake Gyllenhaal sebagai Scott Fischer, Josh Brollin sebagai Beck Weathers, Keira Knightley sebagai Jan Arnold – istri Rob Hall, Emily Watson sebagai Helen Wilton, dan masih banyak lagi.
Review Film Everest 2015 – Spoiler Alert!
Apa yang diharapkan saat menonton film Everest ini? Setidaknya itu yang harus dipikirkan sebelum memutuskan menonton film ini di bioskop kesayangan kalian sih. Kalau ingin happy ending?
Duh, film yang diangkat dari tragedi nyata tahun 1996 lalu ini gak akan memberikannya kepada kalian. Kalau ingin petualangan, mencari tahu seperti apa sih rasanya mendaki gunung tertinggi di dunia, Gunung Everest, bolehlah ditonton film ini.
Saya sendiri menonton film ini tanpa ekspektasi apa-apa sih. Bagi saya film ini akan seperti film-film ala-ala dokumentasi lainnya mungkin. Tapi ternyata satu hal yang saya dapatkan: Menjadi Pendaki Gunung itu, penuh penderitaan. 😀 Perjuangan banget loh yang harus dijalani oleh mereka yang masuk dalam ekspedisi ini.
Film ini dibuka dengan sebuah tulisan tentang pendakian Gunung Everest ini. Pendaki pertama gunung Everest di tahun 1953, Sir Edmund Hillary dari New Zealand bersama warga Nepal Tenzing Norgay, telah berhasil membuat banyak orang berlomba-lomba ingin menaklukkan gunung ini. Selama 40 tahun terakhir sejak itu, ekspedisi demi ekspedisi pendakian terbentuk dan dilakukan, termasuk yang sering sukses membawanya adalah Rob Hall.
Dengan membawa rombongan (yang di tahun 1996 itu luar biasa banyaknya), Rob Hall membawa kita bahwa mendaki gunung Everest itu adalah perjalanan pendakian penuh derita. Kita bisa menemui berbagai penderitaan, seperti kehabisan udara, halusinasi, bahkan bertemu dengan badai super kejam. Ya memang hidup juga penuh derita ya. 😛
Kisah tentang tragedi tahun 1996 ini bukanlah yang pertama kali dibuat, berdasarkan buku “Into Thin Air: A Personal Account of The Mt. Everest Disaster” yang ditulis oleh Jon Krakauer – salah satu peserta ekspedisi yang dipandu oleh Rob Hall, pernah dibuatkan TV Movie pada tahun 1997. Dan dari sudut pandang si penulis buku ini, terkesan bahwa adalah kesalahan Rob Hall sehingga tragedi itu terjadi.
Drama Pendaki Gunung Everest – Sanggupkah Meninggalkan yang Tercinta Begitu Saja?
Tapi dalam film ini, kita diajak mendalami kisah tragedi itu dengan lebih luas lagi, tidak dari satu sudut pandang saja. Kita juga diajak mendalami perasaan yang dialami oleh Jan Arnold dan Rob Hall di akhir film. Saya pribadi sangat merasakan apa yang mereka alami – dan berhasil membuat saya agak menangis pas adegan telepon-teleponan ini.
Drama yang dilemparkan oleh Knightley dan Clarke ini berasa banget, apalagi kan ceritanya Jan sedang hamil saat itu. Setelah menelepon, Jan digambarkan tiduran di sofa sambil memeluk pakaian Rob – berhasil membuat saya diam hingga akhir film.
Apa Lagi yang Menarik dari Film Everest ini?
Yang sangat menarik dari film ini adalah bahwa film ini berhasil menampilkan Gunung Everest dengan begitu nyata. Walau sebenarnya syuting film dilakukan hanya di kaki gunung Everest – the Italian Alps dan dalam studio di Roma.
Saya sih sempat berpikir kalau menontonnya di layar Ultra XD-nya Cinemaxx ataupun mungkin 4DX-nya Blitz mungkin akan keren abis. Tapi rasanya 3D pun juga dah luar biasa kali ya.
Dari sisi cerita, saya sendiri gak bisa komentar banyak, kecuali:
“Manusia boleh berkehendak, tapi Yang Kuasa, pada akhirnya yang akan menentukan.”
Seperti dengan kehendak dari para pendaki, Yasuko Namba menaklukkan Gunung Everest ini. Wanita asal Jepang ini telah berhasil menaklukkan 6 dari 7 puncak gunung – kurang satu. Ataupun Doug Hansen, seorang petugas pos yang ingin menunjukkan kepada anak-anak TK asuhannya bahwa jika berusaha, apapun akan bisa dilakukan.
Keduanya memang berhasil menggapai puncak tertinggi tersebut, namun tidak berhasil selamat dari badai yang menghantam mereka.
Nilai Akhir Review Film Everest
Saya pribadi memberi nilai film Everest ini 4 dari 5 bintang karena visualisasi-nya dan juga drama di akhir filmnya itu *masih inget adegan itu sampai sekarang*. Kalau di IMDB, saat ini score-nya masih 7.4 dari 10. Sedangkan di Rotten Tomatoes adalah 73% (alias 6.7 dari 10 secara rata-rata penilaian).
O iya, mohon diperhatikan ya, Parental Guidance untuk film Everest ini adalah PG-13, memang gak ada adegan vulgar gitu, tapi mbok ya diperhatikan saat bawa anak-anak. Suasana yang ditampilkan dan adegan tragedi loh ini. Apalagi di akhir film, Beck itu digambarkan kehilangan hidung.
Saya sendiri sempat bikin post di FB mengenai kondisi PG ini dan memang sepertinya agak kurang diperhatikan oleh orang tua. Pas kemarin nonton sih memang tidak bertemu yang nyeleneh seperti dalam film-film lainnya.
Cuma ya, saya pribadi sih ingin titip pesan aja, ajak nonton anak yang sesuai ya… kasihan anaknya. Udah ah, Review Film Everest 2015 ini ntar jadi melenceng. 😀