Dia kembali menyeruput greentea frapucinno kesukaannya itu. Dan aku yakin kalau sebentar lagi dia akan menggigit ujung sedotan minuman itu, sama seperti dulu.
“Kenapa?” tanyanya kepadaku.
Aku hanya menggelengkan kepalaku saja. Dia pun kembali asik dengan sedotan minuman itu. Minuman yang kubelikan dalam perjalanan menuju apartemennya ini. Apartemen yang diberikan oleh sang kekasih hatinya saat ini.
“Enak sedotannya?” tanyaku memecah keheningan yang menyesakkan dada ini.
Dia pun hanya menyeringai kecil, seperti dulu saat aku menanyakan hal yang sama ketika aku masih menjadi kekasihnya. Gladis, gadis yang menawan hatiku sejak awal kuliah dulu. Kini dia masih saja ayu dan menawan hatiku.
Setelah sekian lama, kupikir aku dapat melupakannya, namun ternyata… mungkin benar kata orang, cinta pertama tak pernah mati. Selalu di hati.
“Jadi… sekarang kau kerja di mana Gus?” suaranya menghentikan lamunanku.
“Masih di kantor yang itu.” Jawabku singkat sambil menatap matanya yang teduh.
Dia pun memainkan kembali sedotan itu di dalam mulutnya yang tipis.
Kulirik jam tanganku dan kemudian aku berdiri.
“Sudah malam Dis, aku pamit ya. Senang bisa melihatmu kembali.” Ujarku seraya menjulurkan tanganku.
Dia berdiri dan membalas jabat tanganku. Setelah menghantarkanku, dia menutup pintu dan entah apa yang diperbuatnya. Aku tak peduli, yang penting bagiku adalah aku harus segera pergi. Sebelum racun sianida dalam sedotan itu bereaksi. Gladis… mantan cinta pertamaku, yang katanya tak pernah mati.
Words: 218
Diikutsertakan dalam Monday Flash Fiction