is it really important to know who we are? or is it the attitude that is important in life?
Berapa banyak dari kita yang seringkali mempermasalahkan ‘arti’ seseorang dalam hidup kita melalu hartanya? Dari pekerjaannya? Dari hal-hal yang semuanya bersifat sementara dan sebenarnya tak penting.
Kita tanpa disadari terdidik untuk ‘judging’ orang lain dari penampilan. Kemudian baru kita lari ke dalam hatinya. Namun, jika pada awalnya, penampilan itu sudah mengganggu diri kita, kita akan segera menjauh dan tak ingin berkenalan lebih lanjut.
Sebuah kisah menarik ditulis oleh @aMrazing dalam bukunya “The not so Amazing life of aMrazing” di mana dia menilai seseorang dari penampilan. Dalam hal ini adalah calon pelanggannya di konter HPnya. Ternyata penampilan si calon yang kumel tak mewakili apa yang sebenarnya. Mas Bambang ini ternyata orangnya sangat smart (baca sendiri ya lanjutan detailnya).
Hal yang sama seringkali kita lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita bertemu seseorang, hal pertama yang dilakukan, tanpa kita sadari pasti melihat penampilan orang itu (bahkan ada yang menelanjangi dari atas sampai bawah dengan tatapannya). Setelah mendapatkan first impression itu, kita menganalisa sendiri tanpa mencari tahu terlebih dahulu kebenarannya dan akhirnya hasil analisa kita itu kita gunakan sebagai panduan dalam berhubungan dengan orang itu.
Dan… wualah… ternyata orang itu berbeda sekali dari hasil analisa kita? Kasian deh… makanya jangan langsung menganalisa tanpa mengenali lebih dalam lagi. Karena terkadang, What You See Isn’t What You Get (WYSIWYG – Jadul bener dah gw…).
REMEH
Kita seringkali menganggap remeh seseorang hanya karena hasil analisa kita tadi. Dan terkadang, hal itu hanya disebabkan beberapa aspek saja, seperti pekerjaan, penghasilan, dan lainnya.
Contoh paling nyata, kita sering menganggap remeh pekerjaan-pekerjaan tertentu di sekitar kita. Seperti: tukang sapu jalan, OB kantor, dan lainnya. Bahkan kita cenderung menghindari jenis pekerjaan seperti itu (bukan karena kualifikasi kita lebih loh – tapi karena pekerjaan itu dianggap rendah).
Betapa kejamnya ya kita…
Padahal, coba bayangkan:
Jalan raya yang biasa kita lewati, tak disapu oleh Bapak/Ibu Penyapu Jalan. Seperti apa keadaan kita saat melewati jalan itu? Bisa-bisa kita sebal. Kesal karena macet eh ditambah lagi kotor di mana-mana. Kemudian penyakit menyebar di mana-mana, anak kita terkena penyakit itu. Semakin pusing kan?
Atau… kantor kita tanpa OB. Tidak ada yang membersihkan ruangan-ruangan yang kita tinggalkan sehari sebelumnya dalam keadaan berantakan karena dikejar deadline oleh Big Boss. Tidak ada secangkir kopi di pagi hari ataupun gelas bersih untuk minum seharian.
Pekerjaan-pekerjaan yang kita mungkin agak remeh itu, sebenarnya tidaklah remeh. Tapi justru memiliki arti besar dalam hidup kita. Namun… kita tak pernah mencoba untuk melihat dan merenungi makna pekerjaan-pekerjaan dan jasa mereka yang mengerjakannya selama ini.
SIAPA SICH LOE?!!??
Terus…
Jika kita sudah tahu arti mereka di dalam hidup kita, yang tanpa kita sadari, sangat membantu kita selama ini, apakah masih ada tatapan seakan bertanya: ‘Siapa sich loe?!!?’
Hal itu tidaklah penting lagi. Atribut seseorang dari sisi pekerjaan, penghasilan, dan lainnya yang bersifat sementara sudah tak lagi menjadi penting. Yang harus diingat adalah attitude dari masing-masing pribadi. Karena attitude inilah yang akan kekal dalam memory setiap orang yang pernah ditemuinya dalam hidup.
Kita sendiri agak risih kalau mendapatkan pandangan ‘Siapa sich Loe’, sebal rasanya kan? Jadi kenapa kita memulainya?
Saya selalu ingat:
‘Jangan lakukan hal-hal yang kamu tak ingin orang lain lakukan padamu’
So… why don’t we say hay and say thank to them.
Dahlah… gak perlu lagi deh tatapan… Siapa Sich Loe????
Yang ada adalah… ‘Terima kasih Pak/Bu, telah memberi dalam hidupku tanpa pernah meminta pamrih”
Ryan
040912 0600
10 Comments
Sepakat dan sependapat, Mas Ryan.
Karir, penampilan seringkali jadi bagian dari yang dilihat, diingat orang tapi sesungguhnya yang lebih sering adalah attitudenya. Semoga tiada kita diingat orang kecuali karena kebaikannya. Amiin.
Amin. Makasih mas dah baca dan komen di sini.
Ego dan kesombongan telah mengalahkan rasa ‘peka’. Daaa mau digimanain juga tetep ada orang yg kek gitu. 🙁
Pernah juga mendapat tatapan “Siapa sich Loe?” dari blogger lain saat kopdar banyakan. Atau mungkin cuma perasaan aja. 😀 Dan, langkah pertama kalo mendapati sikap sprti itu langsung mencari wajah2 dan bahasa tubuh yang ramah+welcome aja. hehe
Semua begitu ya mba. Menghakim dulu.
Nah membaca yang welcome itu gak mudah mba. Ada tipsnya gak.
Kalau kemampuan membaca bahasa tubuh, bisa dipelajari kok Mas Ry, ada bukunya. Dan kuantitas kita berinteraksi dengan banyak orang juga bisa dijadiin bahan pembelajaran.
Buku yang mba rekomen untuk mempelajarinya apa mba?
Buku “Question are the Answers” by Allan Pease. Di bab 5 nya tentang Bahasa Tubuh. Selebihnya/ lebih dalam lagi belajar di training-training.
Makasih mba. Sampai dicariin beneran ih. Makasih banyak mba.
Saya belum punya. Mau cari ah.
hehe, iya gapapa soalnya lagi nganggur ini ^^
Bentar, lupa euy. 😀 (*meluncur ke rak buku*)