“Setiap orang memiliki peran dalam hidup kita. peran jahat/baik. peran besar/kecil. semua memiliki perannya masing-masing.”
‘Ah, kamu mah gak penting. Kalau gak ada kamu juga masih bisa survive.’
‘Kamu itu cuma butiran debu yang akan hilang ditiup angin.’
Berapa banyak di antara kita yang pernah mendengar kalimat seperti di atas bahwa kita ini tidak berarti – atau bahkan tanpa kita sadari, kita sendiri yang mengucapkannya. Kalimat seperti di atas mungkin juga pernah terlintas dalam benak kita. Entah untuk diri sendiri, anak, kakak, adik, orang tua, rekan kerja, atasan, siapapun. Dalam bentuk apapun.
Belajar menjadi Tidak Berarti a.k.a Mengkerdilkan Diri
Saya pribadi terkadang berpikir seperti itu. Walau tak terucap, tapi pikiran itu mempersempit kita dalam bergerak (baca: bertutur kata ataupun bertindak). Berpikiran kita ini tidak ada arti di mata orang lain, bisa membuat kita semakin kerdil dalam bertindak.
Kita merasa down sampai akhirnya segala sesuatu yang kita lakukan menjadi salah. Itulah kenyataannya. Ataupun berpikir orang lain itu tidak ada artinya, juga akan membawa kita merasa PALING di antara yang lain.
Padahal, yang Kecil itu Memiliki Peran
Selasa kemarin, saya mengalami kejadian yang entah dikategorikan memalukan atau menyedihkan. Tengah malam, saya tiba-tiba merasa ingin ke kamar mandi. Sudah tidak tahan. Akhirnya saya segera berdiri dari tidur dan berusaha ke kamar mandi secepat-cepatnya.
Yang ada, kaki saya tersandung kain seprai yang sudah tidak rapi. Akhirnya jempol kaki saya sebelah kiri mencium lantai rumah dengan penuh nafsu. Dengan tertatih saya ke kamar mandi dan menyelesaikan segera urusan. Setelahnya, yang saya rasakan adalah jempol kaki saya sangat sakit. Saat saya lihat, biru sudah kuku jempol saya akibat ciuman membara tadi.
Keesokannya, jempol ini semakin membengkak dan semakin terlihat kuku jempol saya bermasalah. Aliran darah tidak ada ke sana. Setelah diobati juga masih saja belum menguranginya. Sepertinya saya tinggal menunggu satu proses terakhir dari kuku ini, lepas dari cangkang.
Kejadian ini (walau menyakitkan) membuat saya berpikir. Jempol kaki ini selama ini terlupakan oleh saya (dan sepertinya oleh banyak orang juga). Tapi dengan kejadian itu, kaki saya yang pincang, menyadarkan saya bahwa masih ADA jempol kaki loh. Dan perannya ternyata tidak sedikit.
Karena ternyata dengan kondisi jempol kaki yang bengkak, jalan kita pun menjadi susah. Karena setiap menapak, jempol ini ikut bergerak.
Kecil, Terlupakan – Padahal Memiliki Peran Besar
Kira-kira itulah yang saya dapatkan dari kejadian ini. Bahwa selama ini mungkin kita melupakan, tidak menyadari fungsi/peran dari sebuah jempol kaki sebelah kiri terhadap tubuh kita. Kita menganggap beberapa seakan tidak berarti dalam peranan keseluruhan tubuh kita.
Padahal, sama seperti bagian-bagian tubuh lainnya, walau kecil, dia memiliki peran tersendiri, dalam hal ini untuk melangkah. Sama seperti jari-jari kita. Jika salah satu saja tidak berfungsi, kita mungkin akan kesulitan menulis ataupun mengetik artikel ini.
Bagaimana dengan orang-orang di sekitar kita?
Banyak orang di sekitar kita. Mereka hadir dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan seringkali kita memandang rendah arti diri mereka dalam kehidupan kita. Tapi kenyataannya mungkin tidak demikian, sama seperti yang saya ungkapkan di awal artikel ini.
Baca juga: Tips Menghargai Diri Sendiri Agar Percaya Diri
Kita meremehkan mereka tanpa kita sadari dan membuat diri kita sendiri besar kepala. Bahwa kita dapat hidup tanpa mereka kok. Tapi mungkin kenyataannya ada hal-hal yang memang mereka yang dapat lakukan, bukan kita.
Contohnya dalam organisasi.
Ada Ketua, Wakil, Sekretaris, Bendahara, Seksi-seksi lainnya. Semua memiliki peran penting. Walau sekalipun hanya seksi administrasi. Coba bayangkan jika tidak adanya administrasi dalam organisasi. Apakah akan ada keteraturan dalam organisasi itu?
Apakah pekerjaan klerikal dapat berjalan dengan baik jika tidak ada mereka? Mungkin bisa tapi akhirnya pekerjaan utama sang Ketua mungkin akan terbengkalai. Contoh paling nyata dalam dunia kerja adalah kegiatan Gudang/Filing. Beberapa merasa hal ini tidak ada gunanya. Tapi coba deh pikir lagi. Apa memang demikian?
Memandang Diri Sendiri Tidak Berarti
Terhadap orang lain, kita sering menganggap enteng peran mereka. Ini bahaya karena bisa membuat kita lupa diri dan tidak berkembang. Hanya mengkerdilkan pikiran kita sendiri hingga akhirnya tidak belajar. Tapi ada yang jauh lebih bahaya lagi loh…
Mengkerdilkan diri sendiri.
Seringkali kita dihadapkan dalam situasi/lingkungan baru di mana kita merasa kurang PD menghadapinya. Sikap kurang PD ini bisa jadi sangat bahaya jika kita terus-terusan menganggapnya kenyataan. Yang ada, kita tidak akan dapat lakukan apapun dalam hidup kita. Semakin lama semakin kecillah kita.
Tapi… Jangan pula terlalu PD ya. Karena bisa membahayakan diri kita juga. Dalam situasi terlalu PD, orang akan cenderung menjadi sombong. Selalulah ingat: ada langit di atas langit.
Cara Agar Tidak Mengklaim Diri Tidak Berarti
Terus bagaimana dong?
Cara paling mudah dan efektif adalah dengan terus menanamkan sikap bersyukur dalam hidup kita. Mensyukuri diri kita apa adanya. Mensyukuri setiap insan yang masuk dalam kehidupan kita. Mensyukuri setiap organ tubuh yang ada dalam diri kita.
Baca juga: Tentang Kedewasaan Seorang Manusia
Mensyukuri apa yang ada bukan berarti berdiam diri. Mensyukurilah dengan cara mengembangkan apa yang ada menjadi lebih baik. Mensyukurilah dengan membantu orang lain untuk bisa lebih baik lagi terus menerus. Mensyukurilah dengan memelihara dan menjaga setiap bagian dalam hidup ini dengan baik.
Siapapun dia dalam hidup ini akan membawa peran. Peran baik/buruk. Nikmati dan syukurilah setiap saat.
Ryan
111012 1110
8 Comments
Ih aku sering begitu lho Mas. Iya sih mencoba bersyukur, tapi sama sekali nggak gampang. selalu saja ada momen [baca : godaan] yang bikin aku berpikir kalo aku ini manusia yang selama hidup nggak ada artinya. Tapi memang butuh orang lain untuk sedikitnya membesarkan hati dan memberi pujian, dalam arti mengingatkan kalau kita nggak seburuk itu. Karena sebenarnya apa yang kita lakukan sedikit banyak memang butuh untuk diakui oleh orang. Begitu ada legitimasi, nah baru deh sadar, “iya ya..ternyata aku nggak seburuk itu” ~ ini aku ngomong apa sih? >,<
Legitimasi dari pihak luar sih memang perlu mas. Tapi… sampai kapan? Kita sendiri juga harus sadar dengan siapa diri kita sendiri kan pada akhirnya?
Itu sih juga sering aku tanyakan ke diriku sendiri mas.
Peluk mas Nuno: “dirimu itu lebih dari yang ada dalam pikiranmu sendiri”
Ah thanks Yan! Diingetin lagi tentang ini. Meskipun sering berusaha mengingatkan diri bagaimanapun kita diciptakan dengan purpose, tapi gak jarang juga ngerasa kerdil. Nice piece!
Sama2 Dan. Ini nulis juga buat remind diri sendiri. hehehe. seringan gak PD n merasa kerdil aja di dunia ini.
Thx for reading
Renungan manis Mas Ryan 🙂
kadang pasti nemu situasi kayak gitu sih, tapi ya sudah. kayaknya aku malah terlalu sombong deh heuheu…
loh… kok sombong?
Bagi2 dong Nay. gimana smp km bisa mengatakan… ya sudahlah spt itu.
[…] perusakan lingkungan ini bukanlah masalah ringan yang bisa kita anggap remeh. Selain itu, masalah lingkungan ini bukan saja tanggung jawab pemerintah ataupun perusahaan besar […]